Kebijakan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek Buka Peluang Sengketa Dagang di WTO

0 0
Read Time:2 Minute, 17 Second

JAKARTA – Kementerian Perdagangan (Kemendag) mewanti-wanti masuknya kebijakan kemasan rokok polos tanpa label dalam rancangan peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang kini tengah disusun Kementerian Kesehatan (Kemendes). Kebijakan yang diajukan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin diyakini akan kembali memicu perselisihan di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), khususnya terkait hak merek dan hambatan perdagangan.

Negosiator perdagangan perantara Kementerian Perdagangan, Angga Handian Putra, mengatakan Kementerian Kesehatan hingga saat ini belum mengeluarkan undangan resmi kepada Kementerian Perdagangan untuk ikut serta dalam proses pengambilan kebijakan. Melihat potensi negatif yang muncul, Partai merasa perlu melakukan upaya aktif untuk terus mengikuti perkembangan kebijakan mengenai rokok polos kemasan tanpa rokok.

Pihaknya mengetahui rancangan peraturan tersebut dari situs Kementerian Kesehatan, dan tidak secara langsung. “Kami berharap bisa terlibat secara resmi sehingga Kementerian Perdagangan bisa mengambil sikap resmi terhadap kebijakan ini,” kata Angga seperti dikutip, Senin (23/9/2024).

Baca Juga: Diam-diam China dan Australia Bertengkar di WTO, Bingung Soal Tarif Impor Wine

Kementerian Perdagangan, khususnya Direktorat Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional (Dirjen PPI), menyoroti persoalan bungkus rokok polos tanpa label dalam konteks sengketa dagang antara Indonesia dan Australia di WTO beberapa tahun lalu. Untuk itu, Angga menekankan pentingnya memiliki landasan ilmiah yang kuat agar tidak terjadi perselisihan di kemudian hari.

“Saat berselisih dengan Australia, mereka memaparkan penelitian ilmiah yang menegaskan bahwa kebijakan tersebut dapat menurunkan prevalensi merokok. Indonesia harus memiliki penelitian ilmiah serupa,” tegasnya.

Kebijakan kemasan polos ini juga disebut menimbulkan kekhawatiran akan inkonsistensi pandangan Indonesia. Indonesia sebelumnya menentang kebijakan tersebut, dengan alasan bahwa kemasan rokok biasa tanpa kemasan tersebut dapat menghambat perdagangan dan melanggar hak pemilik merek.

“Kalau bicara sengketa dagang di masa lalu, kami ingin merek dagang tetap digunakan. Karena merek dagang mempunyai beberapa fungsi penting seperti membedakan produk, membantu konsumen memilih produk, mencegah perdagangan ilegal dan produk palsu. Ini adalah hal-hal yang kami perjuangkan selama perselisihan WTO,” tambahnya.

Baca juga: Cak Imin Sarankan Indonesia Keluar dari WTO Demi Ketahanan Ekonomi Negara

Meski belum ada sikap resmi yang ditetapkan, Kementerian Perdagangan berkomitmen untuk memberikan komentar mengenai kebijakan ini kepada Kementerian Kesehatan. Angga menyatakan, pihaknya akan terus berkomunikasi dengan unit terkait di lingkungan Kementerian Kesehatan dan mengikuti informasi terkini dalam dokumen yang tersedia di situs resmi.

Kementerian Perdagangan juga mengingatkan bahwa selain tantangan branding, kebijakan kemasan polos untuk rokok tanpa merek juga dapat menciptakan hambatan perdagangan. Angga juga menekankan pentingnya bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa kebijakan tersebut mendukung kesehatan masyarakat, sejalan dengan perjanjian WTO yang ada.

Terkait dampak kebijakan ini terhadap perdagangan luar negeri, Angga prihatin dengan dampak berkurangnya impor/ekspor akibat masuknya rokok polos tanpa merek.

“Jika pembatasan diberlakukan, negara lain yang berkepentingan mungkin akan merasa dirugikan. “Setiap negara memiliki kondisi yang berbeda-beda dan kita harus berhati-hati untuk memastikan Indonesia tidak terlibat dalam perselisihan seperti yang dialami Filipina dengan Thailand terkait produk tembakau,” ujarnya. katanya.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
PAY4D jepang slot Slot Gacor 4D