designsuperstars.net, Jakarta – Google telah mengumumkan inisiatif strategis bersama BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara). Acara ini diumumkan bersamaan dengan acara AI Policy and Skilling Lab yang pertama.
Inisiatif ini bertujuan untuk membantu institusi, perusahaan, dan masyarakat Indonesia menyadari manfaat transformasi digital dan adopsi teknologi AI, serta perlindungan terhadap kejahatan dunia maya.
Inisiatif ini diterapkan melalui program dan alat pelatihan keamanan siber AI.
Diluncurkan oleh Google bersama CfDS (Center for Digital Society), dan KORIKA (Artificial Intelligence Industry Research and Innovation Collaboration), program ini bertujuan untuk memberikan kerangka konseptual dan praktik terbaik bagi para pengambil kebijakan di Indonesia.
Lab Kebijakan dan Keterampilan AI dapat membantu mereka memahami bagaimana AI dapat bertransformasi. Nantinya, acara ini akan mengadakan diskusi bulanan dengan pembicara dari pakar industri, pengambil kebijakan, dan pihak berkepentingan lainnya.
“Penggunaan alat keamanan siber dengan teknologi AI dengan keterampilan yang diperlukan, dapat mengurangi biaya terkait kejahatan siber oleh sektor bisnis dan individu hingga Rp 1,365 triliun pada tahun 2030,” kata Pemerintah dan Kebijakan Google. Indonesia Putri Alam dalam keterangan resmi yang diterima, Kamis (7/3/2024).
Putri juga mengatakan, langkah ini semakin meningkatkan tekad Google untuk mengamankan dan memajukan masa depan digital Indonesia, bersama BSSN dan pihak lainnya.
Perlu diketahui, langkah strategis pertama dilakukan BSSN dengan Google Cloud. Melalui kemitraan ini, keduanya akan bekerja sama untuk membangun keterampilan dan kemampuan keamanan siber bagi sektor publik Indonesia.
Selanjutnya, inisiatif ini akan memfasilitasi tiga pilar kerja sama, yaitu pendidikan pakar keamanan siber nasional, pembagian intelijen terbaik mengenai ancaman siber lembaga pemerintah, dan peningkatan kemampuan AI untuk keamanan siber.
Inisiatif kedua yang dihadirkan dalam kemitraan ini adalah dukungan dari badan filantropi Google, Google.org, The Asia Foundation dengan mitra lokal PPSW (Pusat Pengembangan Sumber Daya Wanita), PUPUK (Asosiasi Peningkatan Usaha Kecil), dan Muhammadiyah. Dewan Ekonomi dan Bisnis.
Program ini akan meningkatkan keterampilan siber hingga 70.000 UMKM dengan pelatihan keamanan siber, termasuk kemampuan menggunakan alat keamanan siber AI. Oleh karena itu, mereka dapat lebih melindungi diri dari ancaman online.
Upaya ini juga merupakan hibah pertama sebesar $15 juta untuk mendukung peluncuran APAC Cybersecurity Fund yang dilakukan oleh The Asia Foundation dalam kemitraan dengan CyberPeace Institute dan Global Cyber Alliance.
Tak hanya itu, Google Cloud juga memberikan pilihan pelatihan keterampilan AI dan keamanan siber bagi masyarakat Indonesia melalui program Google Cloud Skills Boost.
Dalam program ini terdapat banyak kursus gratis, seperti Cloud Digital Leader Learning Path, Pengantar Generative AI Learning Path, dan mempersiapkan perjalanan Anda sebagai cloud security engineer profesional, serta pembelajaran dalam bentuk game melalui The Arcade.
Di sisi lain, serangan siber yang menyasar institusi pemerintah, perusahaan, dan masyarakat di Indonesia semakin meningkat pesat. Oleh karena itu, diperlukan kerja sama dengan berbagai pihak untuk menjaga keamanan ruang digital.
Demikian salah satu pesan yang disampaikan pada acara ITSEC Asia Cyber Security Summit 2023 di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) melalui siaran persnya mengumumkan bahwa menjaga keamanan lingkungan siber nasional tidak bisa dibatasi pada bagian atau lembaga khusus mana pun.
Menurut Kepala BSSN Hinsa Siburian, keamanan siber nasional harus bersifat global dengan mengintegrasikan seluruh elemen tanah air.
“Pemerintah harus bekerja sama dengan pengusaha dan pakar untuk menjaga keamanan ruang digital,” ujarnya, Senin (23/1/2023).
BSSN mencatat, data lalu lintas pada tahun 2022, hasil pemantauan pusat kerja keamanan siber BSSN, menunjukkan akan terdapat hampir satu miliar atau lebih 976 juta anomali di luar angkasa.
Beberapa yang dicatat, seperti aktivitas malware (56,84 persen), kebocoran informasi (14,75 persen), aktivitas trojan (10,90 persen), dan lain-lain (17,51%).
Andri Hutama Putra, CEO ITSEC Asia saat konferensi pers menambahkan, untuk menjaga keamanan ruang digital, semua pihak harus bekerja sama secara konkrit dan kolaboratif untuk saling membantu.
Sementara itu, Patrick Dannacher, CEO StoneTree Group, mengatakan pesatnya perkembangan teknologi informasi di Indonesia di berbagai bidang memerlukan kesadaran akan infrastruktur siber yang kuat.