designsuperstars.net, Jakarta – Desainer dan politikus Bali Ni Luh Jelantik membagikan surat terbuka dari komentator budaya Bali Sugi Lanus menanggapi pernyataan Presiden Prabowo Subiant tentang Bali. Prabowo mengatakan akan membangun Bandara Internasional Bali Utara dan menjadikan Bali mungkin Singapura Baru atau Hong Kong Baru.
Laporan Antara, Senin, 4 November 2024 Hal itu diungkapkannya pada Minggu, 3 November 2024 saat menghadiri jamuan makan siang di salah satu warung makan di Denpasar sambil berbincang soal pemerintahan. Kepala Negara menyampaikan komitmennya dalam membangun infrastruktur transportasi udara di Bali Utara demi kesejahteraan masyarakat.
“BALI TIDAK BISA SAMA / KONSEPTUAL seperti ‘New Hong Kong’ atau ‘New Singapore’ ~ Sugi Lanus,” tulis Ni Lu merujuk pada petikan surat terbuka Sugi Lanus di akun Instagramnya, @niluhdjelantik, Senin.
“Bacalah dengan pikiran jernih dan cinta tanah air. Guru Sugi Lanus menulis surat ini sebagai informasi bagi seluruh pemegang polis,” tulis Ni Luh. Terima kasih Suksma Guru @sugi.lanus. Surat ini akan sampai ke Presiden RI, Pak @prabowo, dan tentunya beliau pasti akan mengapresiasi dan melaksanakan pendapat guru tersebut demi Bali dan masyarakat Bali, lanjutnya.
Di awal suratnya, Sugi Lanus menulis: “Dalam beberapa pemberitaan media, Presiden Prabowo Subianto mengumumkan komitmennya terhadap pembangunan Bandara Internasional Bali Utara. Presiden juga mengatakan akan menjadikan Bali sebagai “Singapura Baru” atau “Hong Baru”. Kong.”
“Tentunya kita harus mengapresiasi ‘antusiasme yang membara’ dari presiden baru kita, Presiden Prabov Subiant. Namun, membahas arah perkembangan Bali dalam “Singapura Baru” atau “Hong Kong Baru” mungkin tidak sesederhana itu. Hal ini tentu akan menimbulkan kritik dan kontroversi di kalangan masyarakat Bali.’
Ia menambahkan, setidaknya 1.200 tahun yang lalu, masyarakat Bali tumbuh dengan kesadaran akan desa Pokraman dan adat istiadat yang ketat untuk menjaga alam dan budaya. Sangat berbeda secara historis, budaya dan agama dibandingkan dengan Singapura dan Hong Kong.
Ia menulis lagi: Siapapun yang mempertemukan Bali dan Indonesia harus mempunyai pemahaman budaya, mempunyai apresiasi budaya terhadap keunikan Bali sebagai destinasi wisata dunia, kaya akan warisan budaya dan keindahan alam. Dalam berbagai perdebatan budaya dan pariwisata, setidaknya sejak tahun 1970-an, para pemikir budaya dan pionir pariwisata Bali telah menekankan bahwa Bali tidak dapat diidentifikasi atau dikonseptualisasikan sebagai “Hong Kong Baru” atau “Singapura Baru”, mengingat beragam karakteristik dan daya tarik pulau tersebut. itu milikku.
“Singapura dan Hong Kong, sebagai pusat ekonomi dan keuangan terbesar di Asia, sedang berkembang dengan penekanan pada infrastruktur modern dan pengembangan pariwisata buatan. Kedua kota ini memanfaatkan sumber daya alam yang terbatas untuk membangun gedung-gedung tinggi dan kawasan bisnis yang maju,” ujarnya.
“Dengan berbagai ‘manuver klaim’ perluasan perkotaan, mereka menghadirkan, melalui pembiayaan besar-besaran, sebuah pengalaman pariwisata artifisial yang berfokus pada kemajuan teknologi dan produk budaya pop untuk dikonsumsi masyarakat perkotaan. Kedua pusat ekonomi ini tentu saja belum tentu cocok dijadikan sebagai pusat ekonomi. acuan pengembangan pariwisata di Bali,” lanjutnya.
Presiden Prabowo dan kementerian terkait diharapkan mendorong pengembangan wisata budaya yang menekankan pentingnya melestarikan seni, budaya, dan adat istiadat agama Hindu Bali, sehingga semakin menarik wisatawan berkelas yang menghargai keberagaman, keselarasan dengan alam, keharmonisan dengan sesama.
Sugi Lanus menegaskan, masyarakat Bali sudah memiliki slogan sejak awal pariwisata: “Pariwisata untuk Bali, bukan Bali untuk wisatawan” – ini harus ditanggapi dengan serius. Jika “Bali untuk pariwisata”, maka Pulau Bali dijadikan sapi perah bagi pemerintah pusat dan para pengusaha, hanya dengan menjadikan Bali sebagai sumber pendapatan, mereka cenderung melupakan pengaruh budaya, agama dan lingkungan, dalam konteksnya. Namanya meningkatkan pendapatan pariwisata.
Sebaliknya jika “pariwisata untuk Bali”, pertimbangan pertama adalah bagaimana melestarikan dan melestarikan alam Bali, budaya dan seni Bali, serta adat istiadat keagamaan masyarakat Bali. Pariwisata merupakan sarana “pembiayaan dan kepedulian” terhadap alam, budaya dan adat istiadat Bali.
Pariwisata bukan agama orang Bali, pariwisata adalah ‘mesin’ pelestarian alam Bali, pengembangan budaya dan agama Bali. Tidak mengorbankan alam. Tidak mengorbankan budaya dan adat istiadat Bali. Pulau. Bali akan hancur jika pembangunannya didorong ke arah yang bertentangan dengan nilai-nilai lokal, identitas agama dan budaya Bali,” tutupnya.
Di sisi lain, Sekretaris Jenderal Partai Bali Gerindra I Kadek Remba Prasetya menjelaskan pernyataan Presiden Prabov Subiant yang ingin menjadikan Bali Singapura Baru dan Hong Kong Baru.
“Hal ini bukan untuk mengubah Bali menjadi Singapura baru, namun berarti akan diterima pembangunan bandara yang modern dan canggih di Singapura atau Hong Kong di Bandara Bali Utara,” kata Rambo di Denpasar, dilansir Antara, Senin.
Rambo memperbaikinya karena banyak komentar masyarakat yang tidak setuju dengan penggantian Bali dengan Singapura. Ia menambahkan, Prabowo tidak ingin Bali menjadi negara lain, malah meminta Bali melestarikan budaya yang ada.
Namun, fokus utama pengembangan bandara ini adalah studi teknologi dan standar internasional, serupa dengan bandara modern di Singapura dan Hong Kong. Hal ini sejalan dengan prinsip yang selalu ditekankan oleh Pak Prabowo dalam pidato-pidato sebelumnya yang selalu menekankan pelestarian tradisi dan budaya Bali, kata Remba.