designsuperstars.net, Jakarta – Risiko resesi di Amerika Serikat (AS); Hal ini terlihat dari berbagai indikator perekonomian AS yang menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku pasar. Pergerakan pasar saham berfluktuasi di tengah kekhawatiran resesi AS, terutama pasca rilis data pasar tenaga kerja AS.
Adrian Joeser, Head of Equity Research and Strategy Mandiri Securitas, mengatakan dalam konteks ini investor bisa fokus pada saham-saham dengan kapitalisasi pasar atau market cap besar.
“Kalau sektoral, dengan asumsi The Fed turunkan suku bunga di kuartal IV 2024, kami positif banget untuk IHSG dari sisi pasar. Pilihan lain selain perbankan adalah konsumer dan telekomunikasi,” ujarnya. Adrian pada acara Mandiri Securitas Economic and Market Outlook. Rabu (7/8/2024).
Adrian mengatakan jika The Fed benar-benar memangkas suku bunganya. Kemudian dolar AS melemah dan investor mungkin beralih ke saham-saham yang sensitif terhadap harga, tambah Adrian.
“Kami tidak tahu seberapa sering The Fed akan menurunkan suku bunganya, apakah akan memangkas suku bunganya, atau apakah akan terjadi hingga tahun depan. Investor dapat melihat saham-saham yang valuasi seperti real estat, perusahaan menara, dan teknologi,” katanya.
Sementara untuk kuartal II-2024, Adrian mengatakan pendorong utama pasar saham diperkirakan adalah penurunan suku bunga yang dilakukan The Fed. Selain itu, investor juga akan melihat nilai dan dividen. Dorongan terakhir datang dari investor asing yang akan memantau nilai tukar.
“Dari sisi nilai tukar, penurunan suku bunga yang dilakukan The Fed kemungkinan besar akan melemahkan dolar AS. Bursa Indonesia semakin menarik bagi investor asing,” ujarnya.
Mantan Kepala Ekonom Mandiri Securitas; Ranga Sipta mengungkapkan Federal Reserve (Fed) atau Bank Sentral Amerika Serikat (AS) akan memangkas suku bunga masing-masing sebesar 25 basis poin (bps) pada kuartal II 2024. .
Namun, dalam skenario saat ini, Ranga mengatakan penurunan suku bunga The Fed bisa dilakukan lebih cepat dan lebih luas.
“Kami melihat ada dua pemotongan masing-masing sebesar 25 bps pada paruh kedua. Namun melihat perkembangan terkini, kemungkinan besar The Fed akan melakukan pemotongan lebih cepat,” kata Rangaga dalam Economic and Market Outlook Mandiri Securitas. 7/8/2024).
Ranga menambahkan, penurunan suku bunga The Fed masih diwarnai ketidakpastian. Misalnya, pada akhir tahun lalu, The Fed diperkirakan akan menurunkan suku bunga acuannya sebanyak 6-7 kali.
“Bulan lalu pasar memperkirakan pemotongan 2-3x. Pasar saat ini memperkirakan The Fed akan memangkas hingga 5x. Ekspektasi pemotongan lebih besar lagi. Sisa 3 kali kemungkinan The Fed akan memangkas lebih dari 25 basis poin,” dia menjelaskan.
Menurut dia, penurunan suku bunga The Fed akan terus mempengaruhi sentimen pemilu AS. Selain itu, pergantian pemerintahan akan menyebabkan perubahan kebijakan, sehingga terdapat ruang untuk stimulus fiskal yang memadai untuk menjaga laju pertumbuhan ekonomi.
Oki Ramadhana, mantan Direktur Utama PT Mandiri Securitas, mengungkapkan masih banyak perusahaan yang tertinggal dalam melakukan penawaran umum perdana (IPO). Pasalnya, banyak perusahaan yang masih memantau pasar dan investor masih menunggu penurunan suku bunga dari The Fed.
“Sekarang kita tinggal melihat seperti apa market window untuk IPO tersebut. Ya pasar bisa dibuka atau ditutup. “Yang penting mempersiapkan, fundamentalnya, growth storynya,” kata Oki kepada wartawan usai Mandiri Securitas Economic and Market Outlook (7/8/2024).
Fundamentalnya cukup baik bagi perusahaan yang ingin melakukan IPO, namun perlu menyeimbangkannya dengan prospek pertumbuhan ke depan, kata Oki.
“Fundamentalnya bagus; Tidak cukup hanya bagaimana cerita ini terungkap di masa depan. Bagaimana kisah pertumbuhan di masa depan? Lalu pilih jendela yang kanan,” kata Oki.
Menurut Oki, selain persoalan suku bunga The Fed, saat ini banyak perusahaan yang fokus pada transisi pemerintahan baru Indonesia.
Oki mengungkapkan, Mandiri Securitas sendiri belum melakukan pendekatan terhadap perusahaan mana pun di bursa.
“Bisnis Mandiri Securitas saat ini didukung oleh penerbitan obligasi rupiah dan dolar dalam jumlah besar, konsultasi merger dan akuisisi,” tutupnya.
Bank Mandiri sebelumnya telah menyusun kebijakan perbankan dan langkah mitigasi untuk mengantisipasi kebijakan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (Fed) dan Bank Indonesia. AS) dolar.
Darmawan Junaidi, Direktur Utama Bank Mandiri, mengatakan pasar global akhir-akhir ini mengalami ketidakpastian yang signifikan, terutama terkait melemahnya dolar AS dan rupee.
“Dalam beberapa waktu terakhir kita melihat gejolak pasar yang melemahkan nilai tukar rupee terhadap dolar AS, antara lain karena penguatan dolar AS,” kata Darmawan dalam konferensi pers, Rabu (31/7). /2024).
Dermavan mengatakan hal ini disebabkan oleh ketidakpastian waktu penurunan suku bunga dana The Fed dan ketidakpastian aktivitas politik dan pemilu di Amerika Serikat, yang menambah volatilitas di pasar keuangan global.
Di dalam negeri, Bank Indonesia mempertahankan BI rate sebesar 6,25 persen untuk menstabilkan nilai tukar rupiah dan menarik masuknya modal asing.
Dermavan mengatakan, pihaknya memperkirakan Fed fund rate dan BI rate akan turun sekitar 25 basis poin pada kuartal IV 2024.
“Selain suku bunga acuan, faktor lain yang mempengaruhi efisiensi perbankan adalah likuiditas pasar yang mempengaruhi cost of fund,” kata Darmavan.
Menghadapi tantangan tersebut, penekanan utama adalah pada likuiditas pasar dan biaya dana. Saat ini, biaya dana industri perbankan rata-rata sebesar 2,83 persen, meningkat 50 basis poin dibandingkan tahun lalu.
Namun, Dharmavan mengatakan perseroan mempertahankan pendanaan di bawah rata-rata industri dengan biaya pendanaan sebesar 2,08 persen.
Untuk mempertahankan profitabilitas di tengah tantangan tersebut, Bank mengoptimalkan strategi pengelolaan biaya dana dengan menggalakkan transaksi CASA (Current Account Saving Account) melalui platform Mandiri Livin dan Copra.