designsuperstars.net, Jakarta – Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mencatat total operasi pertukaran karbon pada I-2024 mencapai Rp5,9 miliar dengan volume perdagangan 114,5 ribu ton setara CO2.
Pemerintah juga meluncurkan IDX Karbon Carbon Exchange pada September 2023. Nilai perdagangan karbon di bursa karbon sejak Januari 2024 hingga 30 Juni 2024 tercatat sebesar Rp 5,9 miliar dengan volume perdagangan 114,5 ribu ton setara CO2 ketiga. kata Wakil Direktur Pengembangan Usaha dan Riset dan Inovasi BUMN Kementerian Koordinator Perekonomian Elen Setiadi dalam seminar perdagangan dan pertukaran karbon di Indonesia, Selasa (23/7/2024).
Sejak awal pertukaran karbon pada September 2023 hingga Juni 2024, nilai usahanya mencapai Rp 36,7 miliar dengan volume mencapai 608 ribu ton setara CO2.
“Perdagangan karbon diharapkan menjadi alat penting dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan mencapai tujuan dekarbonisasi,” ujarnya.
Melalui skema perdagangan karbon, pemerintah juga mencanangkan sistem perdagangan energi di bidang energi pada 22 Februari 2023, sehingga mencapai operasi perdagangan karbon sebesar 2,4 juta ton atau setara dengan CO2 atau Rp 24 miliar pada Desember 2023.
Adanya perdagangan karbon ini sejalan dengan komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi karbon sebesar 31,89% dengan upaya pribadi dan 43,20% dengan dukungan internasional.
“Upaya tersebut tentunya memerlukan dukungan finansial. Oleh karena itu, pemerintah telah menerbitkan sejumlah peraturan, termasuk Perpres 98 Tahun 2021 tentang nilai ekonomi karbon,” ujarnya. Dikatakannya, penerapan nilai ekonomi karbon atau NEK dilaksanakan melalui mekanisme perdagangan karbon, pembiayaan berdasarkan pelaksanaan, dan pengambilan pajak karbon.
Sebelumnya, Ketua Bursa Efek Indonesia (BEI) Iman Rachman mengungkapkan pasar saham karbon memperdagangkan lebih dari 600.000 ton CO2 setara karbon dengan total nilai usaha lebih dari Rp 36 miliar.
Iman dalam sambutannya pada Diskusi & Konferensi Pers Road to SAFE 2024, Senin (22/7/2024) “Sedangkan pada hari pertama Traded ke konsumen, jumlah pelanggan meningkat dari 16 orang, carbon exchange hampir 70”. .
Di Bursa Efek Indonesia (BEI), setidaknya 90 persen emiten telah melaporkan laporan keberlanjutan tahun 2022, imbuh Iman.
Sementara itu, Iman menambahkan, untuk mendorong emiten menjadi role model di pasar modal Indonesia, BEI telah memberikan insentif saham, lingkungan hidup, dan tata kelola sosial (ESG) berupa penurunan harga. .
“Kemudian ada kerjasama dengan lembaga pemeringkat ESG Internasional untuk menyediakan layanan ESG bagi perusahaan yang terdaftar di BEI, serta layanan pemeringkatan ESG untuk Bursa Efek Indonesia,” jelas Iman.
Selain itu, Iman mengatakan regulator terus mendorong perusahaan untuk menerapkan prinsip keberlanjutan usaha sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 51/POJK.03/2017 tentang Praktik Keuangan Berkelanjutan Bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten, dan Perusahaan Publik.
Sebelumnya, Dede Indra Permana Soediro, Anggota Badan Hubungan Legislatif Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN Indonesia), menyampaikan mengenai potensi perdagangan kredit karbon di bursa karbon internasional.
Mekanisme perdagangan kredit karbon kini diterapkan oleh negara-negara maju dengan insentif berbasis pasar bagi mereka yang berhasil menerapkan upaya pengurangan karbon. Pada tahun 2023, pertukaran karbon global akan mencatat nilai perdagangan hingga 480 miliar dolar AS atau Rp 8.000 triliun.
Dede menjelaskan, Indonesia memiliki hutan tropis terluas ketiga di dunia dengan luas 125,9 juta hektar yang mampu menyerap 25 miliar ton emisi karbon.
“Jika Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bisa memanfaatkan potensi perdagangan kredit karbon, bisa dibayangkan berapa besar pendapatan negara yang akan dikenakan pajak,” kata Dede dalam keterangan resminya. Minggu (21/7/2024).
Dede Indra Permana yang juga Anggota Komisi Ketiga DPR RI menambahkan, potensi pasar internasional untuk perdagangan kredit karbon sangat besar. Sayangnya, peraturan kita belum mengizinkan perdagangan kredit karbon dalam perdagangan internasional.
“Kami berharap dapat membahas regulasi perdagangan kredit karbon untuk pasar internasional agar tidak ketinggalan dengan negara-negara maju yang sudah lebih dulu melakukan perdagangan kredit karbon,” jelasnya.
Tak hanya itu, Dede menegaskan, keberadaan aturan ini tentunya akan memberikan nilai tambah bagi pemerintah karena berkaitan dengan persoalan pembangunan.
“Potensi kredit karbon kita terlalu besar untuk diperdagangkan hanya di bursa karbon dalam negeri. Alangkah baiknya jika kita memiliki payung hukum yang lebih kuat mengenai perdagangan kredit karbon dalam perdagangan internasional.” Dia menyimpulkan.