Beda Nyeri Punggung karena Saraf Terjepit dengan Gangguan pada Tulang Belakang

Read Time:2 Minute, 47 Second

designsuperstars.net, Jakarta – Penyebab sakit punggung ada beberapa, antara lain masalah yang terjadi pada otot, saraf, atau tulang belakang.

Konsultan Ahli Bedah Tulang Belakang Ortopedi ALTY Orthopaedic Hospital Kuala Lumpur, Dr Lee Chee Kean mengatakan untuk membedakan penyebabnya, Anda harus melihat dulu rasa sakitnya. Menurut Lee, nyeri punggung akibat kelainan otot biasanya hilang dalam dua hingga tiga hari.

Namun, bagi orang yang menderita sakit punggung jangka panjang dan berulang yang disertai rasa sakit yang semakin parah, Lee menyarankan untuk segera menemui dokter untuk mendapatkan perawatan yang tepat. Memang kelainan tulang belakang terkadang bersifat serius dan memerlukan intervensi medis seperti pembedahan.

Waspada jika mengeluh sakit punggung disertai demam, kehilangan nafsu makan, atau nyeri yang timbul pasca kecelakaan, ujarnya dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat, 8 Maret 2024.

Kondisi saraf terjepit, yang dalam istilah medis disebut herniated nukleus pulposus (NPH), terjadi ketika nukleus pulposus menonjol keluar dari diskus intervertebralis atau tulang belakang dan menekan saraf tulang belakang.

Menurut Lee, nyeri akibat saraf terjepit berbeda dengan nyeri punggung biasa. Bahkan sering disangka penyakit stroke.

“Saraf kejepit berbeda dengan nyeri punggung pada umumnya. Penyebab nyerinya berasal dari saraf di punggung, biasanya terasa di sepanjang punggung hingga pinggul, tergantung saraf mana yang kiri atau kanan, yang akan dirasakan di kaki.” dia berkata. menjelaskan.

Gejala saraf terjepit dapat berupa: nyeri punggung, kelemahan otot, mati rasa, kesemutan, dan kehilangan kendali motorik.

Pada umumnya keluhan akan bertambah parah apabila pengidapnya berjalan atau berdiri terlalu lama. Saraf terjepit adalah suatu kondisi yang memerlukan pembedahan.

Selain saraf terjepit, beberapa masalah nyeri punggung yang juga memerlukan pembedahan antara lain skoliosis dan stenosis tulang belakang. Pada skoliosis, bentuk tulang belakang tidak lurus, melainkan melengkung atau menyerupai bentuk S. Sedangkan pada stenosis tulang belakang, saluran tulang belakang menyempit dan menekan saraf tulang belakang sehingga menimbulkan gejala seperti nyeri, lemas, dan kesulitan berjalan.

Namun, dokter harus melakukan sejumlah tes untuk mendiagnosis sakit punggung seseorang sebelum melakukan operasi. Pemeriksaan ini juga bertujuan untuk memastikan tindakan yang diperlukan dan menilai risiko terkait.

Pemeriksaan yang harus dijalani pasien dengan kelainan tulang belakang antara lain rontgen, CT scan, dan magnetic resonance imaging (MRI). Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran detail struktur tulang belakang, saraf, dan jaringan lunak pasien. MRI membantu mendiagnosis tenosis tulang belakang atau HNP.

Proses operasi tulang belakang, khususnya di ALTY, bergantung pada tingkat keparahan kondisi pasien. Namun, Lee mengatakan biasanya hanya membutuhkan waktu sekitar satu jam.

“Jika kasusnya serius, kami akan memiliki tim untuk bisa menyampaikan pendapat dari konsultan tulang belakang,” jelasnya.

Lee juga menjelaskan bahwa ALTY memiliki dokter spesialis yang hanya mengkhususkan diri pada satu bidang saja. Kekhususan ini bertujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien oleh tenaga ahli.

Seperti prosedur medis lainnya, Lee mengatakan operasi untuk mengatasi masalah tulang belakang yang serius juga memiliki risiko.

Risiko yang mungkin terjadi antara lain infeksi pada area operasi atau bahkan mempengaruhi sistem tubuh secara keseluruhan, kerusakan saraf tulang belakang, menimbulkan gejala nyeri kronis, lemas bahkan hilangnya fungsi motorik.

Selain itu, ada juga risiko yang terkait dengan anestesi atau anestesi selama prosedur pembedahan. Risiko ini termasuk reaksi alergi atau komplikasi pernapasan. Oleh karena itu, pasien, terutama lansia, memerlukan pemeriksaan lebih menyeluruh sebelum menjalani operasi, termasuk memeriksa kondisi jantungnya.

Namun, Lee mengatakan dengan pemeriksaan yang tepat dan tim medis yang kompeten, risiko terhadap tulang belakang tidak tinggi.

“Risikonya tidak tinggi. Biasanya satu persen, bahkan kurang dari satu persen. Yang penting pahami kondisi pasien,” jelasnya.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
Previous post Satu Dekade Legenda F1 Michael Schumacher Lenyap Ditelan Bumi, Masih Ada Harapan Muncul ke Publik?
Next post Lahir dari Konsep, SUV Ini Jadi ‘Bintang’ di IIMS 2024