HEADLINE: Muncul Wacana Pembentukan Dewan Media Sosial, Seberapa Butuh?

Read Time:5 Minute, 33 Second

designsuperstars.net, Jakarta – Di tengah maraknya perdebatan mengenai pengelolaan media sosial di Indonesia. Ada pula pembahasan mengenai pembentukan Social Media Council (DMS) yang diusulkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). DMS diperkenalkan sebagai solusi untuk mengurangi dampak negatif penggunaan media sosial dan memantau kualitasnya mengelola

Namun, sebagai pedang bermata dua, pasal Dewan Media Sosial juga memiliki kelebihan dan kekurangan di masyarakat. Di satu sisi, banyak pihak yang berharap DMS dapat melindungi pembuat konten dan mengurangi perundungan yang tersebar di media sosial.

Di sisi lain, hanya sedikit orang yang khawatir bahwa DMS dapat menjadi alat penyensoran dan penindasan terhadap kebebasan berekspresi.

Diskusi pembentukan dewan media sosial

DMS pertama kali disampaikan kepada masyarakat dan UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) kepada Menteri Komunikasi dan Informatika.

Menteri Informasi dan Komunikasi Budi Arieh mengatakan pemerintah menyambut baik usulan pembentukan komite media sosial. “Pemerintah sekarang sedang mempertimbangkan diskusi ini. dan terbuka untuk pengertian,” jelas Budi.

Jika terbentuk, DMS akan dibentuk dengan tujuan menyediakan dan memantau kualitas pengelolaan media sosial di Indonesia secara lebih bertanggung jawab.

Usulan pembentukan komite media sosial pun menuai banyak pertanyaan dari berbagai pihak. Salah satunya adalah apakah DMS akan membatasi kebebasan berekspresi di ruang media sosial.

Usman Kansong, Direktur Komunikasi dan Humas Kominfo, pun menanggapi isu tersebut. Dalam wawancara di media televisi Usman mengatakan, pembentukan dewan media sosial masih sebatas ide dan masih perlu penelitian.

Dalam sebuah wawancara Usman mengatakan tentang artikel Dewan Media Sosial: “Ini adalah sebuah ide, ini adalah sebuah artikel, jadi kita perlu mengkajinya lebih mendesak. Ada banyak hal yang perlu diperiksa.”

 

Salah satu topik penelitian ini adalah Apakah perlu membentuk dewan media sosial tanpa saran dari komunitas dan UNESCO?

“Jika itu terjadi Posisinya nanti seperti apa?” ​​ujarnya.

Meski merupakan lembaga independen Namun Usman menginformasikan, pembentukan Dewan Media Sosial akan serupa dengan Dewan Media yang dibentuk sesuai dengan Perintah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999.

Sementara itu Dewan media sosial ini sebaiknya dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yaitu UU ITE.

Usman menjelaskan, “Masalahnya UU ITE baru saja disahkan amandemen kedua. Dan tidak ada arahan dalam UU ITE untuk membentuk badan independen.”

Fokus lainnya adalah peran DMS sebagai institusi di masa depan. Ini bertindak sebagai pengontrol. Sebatas membuat aturan Atau apakah ia memiliki kemampuan untuk memblokir konten?

“Kalau (DMS) menjadi lembaga independen Kami akan memberinya kekuatan. (Untuk mencegah dan memberikan hukuman) atau tidak?” Usman memberikan penjelasan.

Pemerintah diketahui mempunyai kekuatan dalam memantau dunia digital dan mempunyai kekuatan dalam memblokir aplikasi-aplikasi yang melanggar aturan.

Tidak hanya itu Pemerintah juga dapat menjatuhkan sanksi administratif, seperti denda pidana dan sanksi.

 

Meski hanya sebatas ngobrol. Namun banyak negara telah menyatakan keprihatinannya terhadap dewan media sosial ini.

Kehadirannya di bidang media sosial dinilai menghambat kebebasan berekspresi pengguna internet.

Enda Nasution, pengawas media sosial, mengaku belum mendapat gambaran dari pemerintah atau menteri tentang pasal DMS.

Oleh karena itu, masih sulit untuk mengetahui apa positif atau negatifnya pembentukan dewan media sosial tersebut, ujarnya saat dihubungi tim designsuperstars.net.

Namun, keberadaan Dewan Media Sosial mungkin saja membatasi kebebasan berkomunikasi secara umum di Internet.

Enda berkata: “Satu hal yang tidak dapat diharapkan dari pembentukan Dewan Media Sosial adalah DMS akan mengembalikan kita ke era yang menindas di mana orang tidak dapat mengekspresikan idenya dengan bebas.”

Karena masih banyak masyarakat di Indonesia yang belum mengetahui secara detail cara kerja DMS, maka diharapkan ketika dewan ini sudah terbentuk Ini akan menjadi forum yang transparan.

“Kalau DMS nanti dibentuk Semoga dewan ini menjadi forum yang terbuka dan transparan. dimana banyak pemangku kepentingan dapat bertemu di lokasi yang difasilitasi pemerintah,” kata Enda.

Hasilnya, anggota dewan dan pemilik platform media sosial dapat berkomunikasi satu sama lain untuk mendiskusikan isu-isu penting dan strategi jangka panjang mengenai keadaan media sosial.

 

Indonesia tidak akan menjadi negara pertama yang memiliki dewan media sosial – jika memang ada. Dewan serupa juga dibentuk di negara lain.

Enda berkata, “Di luar negeri Ada dewan yang serupa dengan DMS, seperti Pasal 19, yang bekerja di bidang kebebasan berekspresi dan kebebasan berpikir.”

Menurutnya, dewan mempunyai kekuasaan dan informasi untuk mempengaruhi kebijakan pemilik platform.

Enda mengatakan, keberadaan Pasal 19 tidak lepas dari banyaknya platform media sosial yang memoderasi konten. Oleh karena itu, kebebasan berekspresi agak dibatasi.

 

Dave Laksono, Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Golkar mengaku sudah mendengar usulan Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi terkait pembentukan DMS ini.

“Ya, saya pernah mendengarnya. Tapi saya tidak tahu apa konsep DMS itu. Saya baru mendengarnya sedikit,” kata Dave saat dihubungi designsuperstars.net, Selasa (6/4/2024).

Dave mengatakan, pihaknya akan segera meminta klarifikasi lebih lanjut kepada Kominfo terkait pembahasan pembentukan DMS.

“Kemudian kami di KPU akan meminta klarifikasi lebih lanjut. Sehingga kita bisa memahami dengan jelas dasar hukumnya. Tugas dan fungsinya dan juga tujuannya,” katanya.

Adapun DMS yang membatasi pergerakan masyarakat Dave mengatakan pasti ada kekhawatiran. Namun dia mengimbau masyarakat tidak terlalu percaya pada asumsi.

“Kami minta penjelasannya dulu kepada Menkominfo. Karena ini hanya usulan/ide.”

 

Sementara itu Anggota DPR I dari Fraksi PDIP TB Hasanuddin menyatakan, ada tiga hal yang perlu diperhatikan saat berencana membentuk dewan media sosial atau DMS.

Yang pertama adalah landasan peraturan hukum. Ia mengatakan hingga saat ini belum jelas undang-undang mana yang akan dijadikan acuan pembangunan DMS.

Tubagus mengatakan kepada designsuperstars.net, Selasa (6/4/2024), “Dalam revisi UU ITE. Tidak ada kewajiban untuk membentuk dewan media sosial.”

Kedua, pada bagian pekerjaan Dilaporkan bahwa salah satu tugas Dewan Media Sosial adalah memoderasi konten dan menyelesaikan konflik di media sosial.

Artinya, kewenangan dewan ini akan sangat besar dan aturan mainnya harus benar-benar disepakati untuk menghindari masalah di masa depan seperti pelanggaran kebebasan berekspresi di media sosial, katanya.

Terakhir, ada urgensi untuk membentuk dewan media sosial. Ia menilai laju pembangunan lembaga ini belum kuat.

Sebenarnya Menkominfo harusnya lebih memperhatikan implementasi UU Perlindungan Data Pribadi, khususnya pembentukan badan perlindungan data pribadi sebagaimana diwajibkan oleh undang-undang.

“Hal ini penting agar masyarakat dapat segera menjamin perlindungan data pribadinya di dunia maya,” tutupnya.

Lebih lanjut: Memerangi disinformasi dan penipuan: DMS diharapkan membantu memerangi misinformasi dan penipuan yang menyebar di media sosial dengan memberikan pedoman dan standar konten yang lebih jelas. Perlindungan Anak: DMS dapat membantu melindungi anak-anak dari konten berbahaya dan penindasan maya di media sosial. Meningkatkan literasi digital: DMS dapat menyediakan platform untuk meningkatkan literasi digital masyarakat mengenai penggunaan media sosial yang bertanggung jawab. Penyelesaian Sengketa: DMS dapat membantu menyelesaikan perselisihan antar pengguna media sosial dengan cara yang adil dan efisien.

Kekurangan: Masalah Sensor: Banyak yang khawatir bahwa DMS dapat menjadi alat sensor dan menghambat kebebasan berekspresi. Struktur dan Mekanisme yang Belum Jelas: Struktur dan mekanisme kerja MCOT masih belum jelas. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi penyalahgunaan kekuasaan. Ketidakefektifan: Beberapa orang berpendapat bahwa DMS tidak akan efektif dalam memerangi misinformasi dan penipuan. Karena itu adalah informasi pasif tidak proaktif

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
Previous post Celine Dion Memukau di Pembukaan Olimpiade Paris 2024, Perdana Setelah Diagnosis Stiff Person Syndrome
Next post Evermos Jawab Tantangan Sosial Ekonomi di Asia Tenggara pada Nikkei Forum 29th