Jakarta – Ini adalah profil pahlawan revolusioner yang menjadi korban G30S/PKI. Pancasila Magic Day Memory ditarik kembali setiap Oktober 1, di mana peringatan ini diilhami oleh insiden G30/PKI, yang menculik dan membunuh para pahlawan revolusi. Di bagian ini, profil pahlawan dibahas, lihat!
Profil Pahlawan -Victims Revolusi G30s/PKI
1. Jenderal (Anumerta) Ahmad Yani
Pelaporan tentang Kementerian Pendidikan dan Budaya sudah mati pada usia 43 ketika insiden PKI G30 terjadi. Ahmad Yani adalah perwira Angkatan Darat dengan ordo lama.
Ia dilahirkan pada 19 Juni 1922 di Jenar, Purwerejo. Ketika dia masih muda, pelatihan Ahmad Yani Heiho di Magelang dan pembela tanah air (PETA) mengunjungi Bogor.
Selanjutnya, Ahmad Yanis berjuang berkarier di Angkatan Darat. Dia mengambil bagian dalam penghancuran Madiun Pki sejak 1948, serangan militer Belanda II dan di/tii di Zentral -java. Pada tahun 1958 ia diangkat ke Ordo Operasi pada 17 Agustus di Padang, Sumatra Barat untuk mencegah Pemberontakan Prri. Ahmad Yani diangkat sebagai Angkatan Darat (KSAD) pada tahun 1962.
2. Letjen (anumerta) suprapto
Suprapo berusia 45 tahun ketika insiden PKI G30 tersedia. Ia dilahirkan di Purwokerto pada 20 Juni 1920 dan memiliki kesempatan untuk melengkapi Akademi Militer Kerajaan di Bandung, dan harus berhenti di Indonesia untuk pendaratan Jepang.
Pada awal kemerdekaan Indonesia, ia berpartisipasi dalam pasukan Jepang di CIRACAP. Kemudian ia bergabung dengan Purwokerto Volks Security Weapon (TKR) dan mengambil bagian dalam pertempuran Ambarawa sebagai ajudan komandan Sudirman.
Kariernya terus meningkat di militer. Tetapi ketika PKI menempatkan fondasi Angkatan Darat Kelima, suprapo menurun. Dia juga menjadi korban PKI G30 Rising serta pejabat TNI -AD lainnya.
3. Letjen (Anumerta) S. Parman
Salah satu kepribadian militer penting ini meninggal pada usia 47 dalam insiden dengan PKI G30. Siswondo Parman lahir pada 4 Agustus 1918 di Wonosobo, Jawa Tengah. Pelatihannya berjuang lebih kuat di bidang dinas rahasia. Itu dikirim ke Jepang untuk memperdalam informasi di Kenpei Kasyya Butai.
4. Letnan Umum (Anumerta) M.T. Haryono
Mas Tirdodarmo Haryono atau menelepon M. T. Haryono lebih baik meninggal pada usia 41 tahun. Ia dilahirkan pada 20 Januari 1924 di Surabaya, Jawa Timur.
Sebelum M. T. Haryono memasuki dunia militer, ia berpartisipasi dalam Ika Dai Gaku (sekolah kedokteran) di Jakarta selama profesi Jepang. M. T. Haryono juga sekretaris Delegasi Militer Indonesia.
Dia saat itu adalah band militer Indonesia untuk Belanda (1950) dan sebagai direktur Intendans dan Wakil -Multi/Komandan Angkatan Darat (1964).
5. Mayjen (Anumerta) D. I. Panjaitan
Donald Ignatius Panjaitan atau D. I. Panjaitan meninggal ketika dia berusia 40 tahun. Ia dilahirkan pada 9 Juni 1925 di Balige, Tapanuli. Selama profesi Jepang, ia bergabung dengan Formasi Militer Gyugun.
Kemudian dikirim ke Deklarasi Kemerdekaan di Pekantbaru, Riau. Menurut kemerdekaan Indonesia, D. I. Panjaitan berpartisipasi dalam pembentukan TKR. Ini juga memiliki karier yang hebat di daerah militer. Mendekati akhir hidupnya, ia ditunjuk sebagai asisten IV Menteri/Kepala Angkatan Darat dan menerima perintah studi di Amerika Serikat.
6. Mayjen (Anumerta) Sutoyo
Sutoyo Siswomiharjo lahir pada 28 Agustus 1922 di Kebumen, Central -java. Ketika dia meninggal, dia berusia 43 tahun. Setelah Deklarasi Kemerdekaan, ia bergabung dengan Departemen Kepolisian di TKR, setelah semua, ia menjadi anggota paduan suara polisi militer.
Kolonel Gatot Subroto diangkat sebagai Ajir dan kemudian itu adalah bagian dari Resimen Polisi Angkatan Darat di Purwerejo.