Jelang Lebaran 2024 BPOM Temukan 28 Persen Sarana Peredaran Pangan Tidak Penuhi Ketentuan
designsuperstars.net, Jakarta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) semakin memperketat pengawasan terhadap makanan olahan sebelum, selama, dan setelah Ramadhan.
Hal ini merupakan upaya meningkatkan keamanan pangan dengan memperkuat pengawasan terhadap fasilitas distribusi pangan. Serta melindungi kesehatan masyarakat dari kemungkinan peningkatan distribusi makanan tidak memenuhi syarat (TMK) menjelang Ramadhan dan Idul Fitri 1445 H.
“Selama Ramadhan 2024, akan dilakukan pemantauan serentak terhadap 76 UPT BPOM di seluruh Indonesia untuk mengantisipasi peredaran produk pangan tidak patuh. Itu yang tidak ada izin edarnya, kadaluarsa dan rusak, kata Plt Kepala Badan Pengawasan Obat (BPOM), Lucia Rizka Andalusia di Jakarta Pusat, Senin (1/4/2024).
Intensifikasi tersebut dilakukan dalam enam tahap mulai 4 Maret hingga 17 April 2024. Intensifikasi tersebut kini memasuki tahap keempat dan BPOM melaporkan dari 2.208 fasilitas tersebut, 1.580 atau 72% memenuhi persyaratan. Dan 628 atau 28% tanaman tidak memenuhi persyaratan.
“Jumlah instalasi yang tidak memenuhi ketentuan tersebut mengalami penurunan yang cukup signifikan yaitu sebesar 13,14% dibandingkan tahun sebelumnya.”
Terdapat lima jenis fasilitas yaitu fasilitas ritel tradisional, gudang importir, fasilitas ritel modern, gudang distribusi, dan gudang e-commerce. Fasilitas yang paling banyak ditemukan produk tidak patuhnya adalah fasilitas ritel tradisional dengan rincian sebagai berikut: 32.149 produk kadaluwarsa. 12.737 buah rusak. Tanpa izin edar (TIE) 15.123 buah.
Sebanyak 31,81% produk tidak memenuhi persyaratan pada fasilitas ritel tradisional, hal ini belum ditambah dengan hasil dari empat fasilitas lainnya yang berjumlah 188.649 produk.
Menurut Lucia, total nilai temuan hasil pengawasan ini sebesar Rp 2.294.164.250 dengan penjelasan: Tanpa izin edar Rp 1.342.499.370. Rp 411.638.636 kadaluarsa. 540.026.244 rupee rusak.
Makanan yang tidak memenuhi syarat ada beberapa jenisnya. Mulai dari pangan tanpa izin edar, hingga jenis pangan berbeda-beda di setiap daerah.
“Ada 43% pangan tanpa izin edar, berasal dari produk lokal dan impor. Untuk produk impor berupa olahan coklat, rempah-rempah, manisan, dan lain-lain. “Produk lokalnya berupa olahan biji-bijian dan makanan ringan.”
Sedangkan jenis makanan kadaluwarsa antara lain agar-agar, minuman bubuk, rempah-rempah, mie, dan pasta.
Makanan yang rusak tersebut antara lain makanan olahan kaleng, mie, pasta, susu skim, dan susu UHT steril.
Lucia menambahkan, produk tanpa izin edar impor banyak ditemukan di kota-kota besar seperti Jakarta.
“Tentu saja karena masyarakat Jakarta memiliki permintaan yang cukup tinggi terhadap produk impor. “Dan Jakarta juga merupakan pusat perdagangan, dimana banyak produk tiba melalui pelabuhan, bandara, dan bagasi penumpang.”
Selain itu, masih terdapat jalur ilegal yang memerlukan penertiban lebih intensif, terutama di kawasan perbatasan.
Pemeriksaan makanan yang lebih intensif juga akan diterapkan pada toko online selama Ramadhan.
Intensifikasi kewaspadaan dilakukan melalui Cyber Patrol. Dalam patroli tersebut, BPOM menemukan 17.856 link pada platform e-commerce yang menjual produk pangan tanpa izin edar dengan perkiraan nilai ekonomi Rp 31,8 miliar (Rp 31.857.883.004).
“Banyak yang beredar online, tentunya BPOM harus menindaklanjuti temuan tersebut. “Beberapa upaya yang dilakukan antara lain memberikan bimbingan, peringatan, dan memerintahkan distributor untuk mengembalikan produk ke pemasok.”
“Jika diperlukan, kami juga melaksanakan perintah pemusnahan produk pangan yang rusak atau kadaluarsa, serta pengamanan produk tanpa izin edar,” jelas Lucia.