REPUBLIKA.CO. Hal itu terungkap dalam laporan rapat bulanan Dewan Komisioner (RDC) OJK September 2024, Selasa (1 Oktober 2024).
Berdasarkan hasil RDK bulanan tanggal 25 September 2024, kami melihat stabilitas sektor jasa keuangan tetap terjaga dan pasar modal terus berekspansi di tengah sentimen positif akibat timing penurunan suku bunga bank sentral di berbagai negara. kata Mahendra kepada wartawan, Selasa (1 Oktober 2024).
Mahendra menjelaskan, berdasarkan analisis Komisioner OJK, pertumbuhan ekonomi banyak terjadi perlambatan di negara-negara besar. Bank sentral AS, Federal Reserve, telah memangkas prospek pertumbuhan ekonomi AS pada tahun 2024, diiringi dengan meningkatnya pengangguran dan penurunan inflasi.
Pada saat yang sama, output Tiongkok melambat, menyebabkan pengangguran meningkat ke level tertinggi dalam enam bulan, serta meningkatnya pengangguran kaum muda. Kini, tekanan terhadap perekonomian Eropa juga semakin meningkat yang terlihat dari menurunnya pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
Perkembangan tersebut mendorong bank sentral untuk memulai serangkaian penurunan suku bunga, dengan The Fed memotong FFR sebesar 50 basis poin (bps) di Tiongkok, PBoC menargetkan pertumbuhan ekonomi dengan memotong suku bunga kebijakan dan menjanjikan kebijakan pelonggaran lebih lanjut, termasuk 50 basis poin. pemotongan poin GVM untuk meningkatkan asuransi perbankan, mengurangi pembayaran di muka pembelian rumah dan meningkatkan dukungan sektor real estate selama dua tahun. “Selain itu, kebijakan fiskal Tiongkok juga fleksibel,” jelasnya.
Selain itu, lanjutnya, di Eropa ECB dan Bank of England juga sudah mulai menggerakkan suku bunga. Kebijakan moneter global tersebut mendorong perluasan pasar keuangan yang tercermin pada penguatan pasar keuangan global di banyak negara.
“Perekonomian dalam negeri tetap sehat dengan inflasi yang berkelanjutan dan neraca perdagangan yang tercatat pada rekor tertinggi,” kata Mahendra.
Namun, Mahendra mengatakan, meski penurunan minat politik telah meningkatkan sentimen di pasar keuangan, tanda-tanda perlambatan ekonomi global, ketegangan geopolitik, dan koreksi harga komoditas berarti kemungkinan akan ada lebih banyak ketidakpastian di masa depan.
“Sehingga industri jasa keuangan perlu waspada dan melakukan tindakan pencegahan yang diperlukan sebagai antisipasi,” ujarnya.