JACARTA – Maraknya kekerasan di Fakultas Ilmu Kelautan (STIP) menimbulkan kekhawatiran banyak kalangan. Sekolah yang berafiliasi dengan Kementerian Perhubungan itu juga memutuskan untuk mewajibkan peninjauan menyeluruh untuk memastikan layak dijadikan sekolah.
“Meninggalnya mahasiswa STIP Jakarta Putu Satria Ananta akibat kekerasan di lingkungan pendidikan menjadi keprihatinan yang mendalam bagi kita semua. Selain itu, kasus ini bukan yang pertama dalam satu putaran STIP.” Oleh karena itu kami mohon peninjauan menyeluruh untuk mencari solusi agar krisis ini tidak terulang kembali,” kata Direktur Komisi X DPR RI Syaiful Huda dalam keterangannya, Jumat (5/10/2024).
Huda menjelaskan, audit STIP secara menyeluruh dapat mencakup audit dan review kinerja. Tujuan peninjauan adalah untuk mengetahui apakah program STIP mendukung praktik kekerasan yang sebenarnya, sedangkan peninjauan efektivitas adalah untuk mengetahui apakah tenaga medis telah menciptakan alasan terjadinya kekerasan di sekolah.
“Review terhadap sistem STIP Jakarta dan efektivitasnya dapat dilakukan melalui upaya bersama dengan melibatkan para ahli dan konten masyarakat dalam kajian untuk menghasilkan kesimpulan,” ujarnya.
Huda mengingatkan, kekerasan di lingkungan STIP Jakarta sudah menjadi budaya yang sulit hilang. Sejak tahun 2008 misalnya, sudah ada 4 orang taruna STIP yang meninggal akibat kekerasan yang dilakukan oleh sesepuh terhadap pemuda.
Selain itu, dua tentara tercatat mengalami luka dan luka fisik lainnya akibat kejadian yang sama. Oleh karena itu perlu dilakukan peninjauan untuk mencegah kembalinya budaya kekerasan ini, ujarnya.
Kekerasan di sekolah milik Kementerian Perhubungan, lanjut Huda, ternyata tidak hanya terjadi di STIP Jakarta. Pada Februari 2023 misalnya, seorang prajurit Politeknik Maritim Surabaya juga tewas akibat kekerasan yang dilakukan oleh kakak kelasnya.
“Pada saat persidangan pidana, diberitakan bahwa apa yang mereka lakukan tidak lain hanyalah perlakuan yang mereka terima dari kakak laki-lakinya. Oleh karena itu, perpeloncoan di sekolah milik Kementerian Perhubungan seolah menjadi tradisi.” Ironisnya, “perpeloncoan tersebut berujung pada kekerasan fisik yang menyebabkan siswa terluka bahkan terbunuh,” ujarnya.
Menteri PKB mengatakan, kini telah diterbitkan Kebijakan Pemerintah (PP) 57/2022 tentang Pendidikan Tinggi. Dalam undang-undang ini, dimungkinkan untuk menghapus sekolah politik atau mengalihkan pengelolaannya ke lembaga lain jika evaluasi menunjukkan hal-hal yang merugikan siswa.
“Makanya kami minta kajian menyeluruh untuk mengetahui perlunya Kementerian Perhubungan mengembangkan dan memelihara sekolah. Kalau tidak ada manfaatnya, misalnya karena kenapa pengelolaannya tidak dialihkan ke Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Ristek?