[Kolom Pakar] Prof Tjandra Yoga Aditama: 5 Hal Terkait Obat Pencegahan Tuberkulosis

Read Time:1 Minute, 54 Second

designsuperstars.net, Jakarta – Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan utama di dunia dan di negara kita. Indonesia kini menjadi negara dengan jumlah kasus TBC tertinggi kedua di dunia, sebelum kita menduduki peringkat ketiga. Instruksi Presiden no. Namun. Untuk TBC, yang berusia 67 tahun pada tahun 2021, tujuan menghilangkan TBC pada tahun 20230 masih merupakan tantangan besar.

Pada 14 Februari 2024, beberapa hari lalu, WHO mengeluarkan “komunikasi mendesak” tentang obat-obatan untuk pencegahan tuberkulosis. Ini menjadi hal yang menarik, karena biasanya kita berbicara tentang mengobati mereka yang sudah sakit, namun ditegaskan kembali bahwa ada obat untuk mencegah TBC.

Publikasi WHO tanggal 14 Februari 2024 menyampaikan lima hal yang tidak hanya perlu kita ketahui, tetapi juga diterapkan di Indonesia.

Pertama, seperempat penduduk dunia tertular/tertular kuman tuberkulosis, bahkan di negara kita angka ini mungkin lebih tinggi. Bahkan, mereka tidak akan sakit akibat fenomena bakteri tuberkulosis dan sistem imun tubuh.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sekitar 5-10% di antaranya akan terserang tuberkulosis dan penyakit tersebut akan muncul 2-5 tahun setelah infeksi awal.

Kedua, WHO memberikan bukti ilmiah yang jelas bahwa pencegahan tuberkulosis (TBP) pada populasi berisiko tinggi secara bertahap akan mengurangi risiko terkena penyakit tuberkulosis.

Pada bulan September 2023, pada Pertemuan Tingkat Tinggi PBB tentang Tuberkulosis, Majelis Dunia memutuskan untuk meningkatkan pengobatan pencegahan tuberkulosis menjadi 45 juta orang. Indonesia harus menjadi bagian dalam mencapai angka global tersebut, cakupan kita saat ini masih rendah.

Ketiga, untuk pengobatan profilaksis TBC bagi mereka yang kontak dengan penderita TBC resisten rifampisin (MDR/RR-TB).

Oleh karena itu, pada tahun 2024, WHO merekomendasikan pengenalan obat levofloxacin dalam waktu 6 bulan, yang bertepatan dengan hasil penelitian terbaru di Afrika Selatan dan Vietnam. Tentunya ke depan hasil penelitian Indonesia juga bisa menjadi rujukan dunia.

Keempat, perubahan dosis rejimen profilaksis TBC levofloxacin dan rifapentin, serta pemberian bersamaan dengan dolutegravir. Hal ini merupakan hal baru yang diharapkan dapat memberikan pencegahan yang lebih baik.

Kelima, adanya integrasi rekomendasi “WHO Testing Guidelines” tahun 2021 dengan “Guidelines for new WHO test for infeksi”. , kelompok ODHA dan kelompok lainnya.

Saya berharap di negara kita angka penderita TBC terus meningkat secara signifikan, masyarakat di Indonesia harus melakukan pencegahan TBC yang saat ini setiap jamnya telah merenggut nyawa 16 orang Indonesia, sungguh menyedihkan.

Prof. Tandra Yoga Aditama

Mahasiswa Pascasarjana Universitas YARSI / Profesor FKUI / Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
Previous post Vanessa Chelsea Sabrina Model Cilik Berprestasi Asal Bandung yang Menawan di Jogja Fashion Parade 2024
Next post Makan Sushi Bisa Meringankan Stres?