designsuperstars.net, Jakarta – Mitos bahwa mandi malam bisa menimbulkan penyakit, termasuk pneumonia pada anak, kerap beredar di masyarakat.
Namun menurut dokter spesialis paru konsultan anak dr Wahyuni Indawati, Sp.A(K), mandi malam tidak secara langsung menyebabkan penyakit tersebut. Belum ada bukti medis bahwa mandi malam menjadi penyebab pneumonia atau penyakit lainnya.
Namun, mandi malam dapat mempengaruhi suhu tubuh seseorang. Selain itu, jika Anda mandi dengan air dingin, tubuh Anda akan mengalami perubahan suhu yang cukup signifikan.
Kondisi ini berpotensi memberikan tekanan pada tubuh, terutama pada anak yang kondisi kesehatannya buruk atau termostat tubuhnya tidak optimal.
“Suhu tubuh yang berubah drastis, apalagi saat mandi malam dengan air dingin, bisa berdampak pada kesehatan anak, apalagi jika kondisinya tidak prima. Namun, mandi malam sendiri tidak bisa dianggap sebagai penyebabnya. penyakitnya”, Wahyuni. katanya.
Penyakit seperti pneumonia, yaitu infeksi pada paru-paru, lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lain, seperti infeksi virus atau bakteri. Oleh karena itu, mandi malam tidak bisa menjadi penyebab utama terjadinya infeksi ini.
Wahyuni juga mengungkapkan, kondisi lingkungan yang kurang ventilasi atau paparan udara yang tidak sehat dapat memperburuk kondisi anak, seperti berada dekat dengan orang yang menularkan penyakit.
Ventilasi yang buruk dan udara yang tidak sehat dapat memudahkan penularan penyakit, apalagi jika ada orang yang tertular di dekatnya, ujarnya.
Tidur dengan kipas angin kerap dianggap menyebabkan pneumonia, terutama pada anak-anak. Namun menurut Wahyuni, kipas angin bukanlah penyebab langsung penyakit tersebut.
Pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus, atau jamur yang menyebar melalui droplet orang sakit.
Kipas angin berfungsi sebagai alat yang dapat mempercepat penyebaran droplet di ruangan yang berventilasi buruk, bukan sebagai penyebab penyakit itu sendiri.
Untuk mencegah penularan, Wahyuni menyarankan untuk menjaga kebersihan ruangan, memastikan ventilasi yang baik, dan menghindari kontak dengan orang sakit.
Pneumonia merupakan infeksi akut yang menyerang jaringan paru-paru yang berperan penting dalam pertukaran oksigen dan karbon dioksida dalam tubuh. Bila jaringan paru-paru rusak akibat infeksi, proses pernapasan anak bisa terganggu, dan pada kasus yang paling parah, pneumonia bisa berakibat fatal.
Wahyuni menjelaskan, infeksi mikroorganisme merupakan penyebab utama terjadinya pneumonia pada anak. Bakteri Streptococcus pneumoniae adalah penyebab paling penting, bertanggung jawab atas sekitar 50 persen kasus pneumonia pada anak-anak.
Selain itu, virus influenza B juga menyumbang sekitar 20 persen terjadinya infeksi ini. Penyebab pneumonia pada anak lainnya disebabkan oleh banyak faktor lainnya.
Streptococcus pneumoniae mempunyai lebih dari 100 serotipe, namun beberapa serotipe yang banyak ditemukan di Indonesia seperti serotipe 3, 22F dan 23F dapat menyebabkan komplikasi yang cukup serius.
Anak-anak lebih rentan terhadap infeksi bakteri ini karena sistem kekebalan tubuh mereka masih berkembang, sementara antibodi pelindung yang didapat dari ibu mulai menurun seiring bertambahnya usia.
Yang lebih mengejutkan lagi, Streptococcus pneumoniae bisa hidup di saluran pernapasan bagian atas (nasofaring) orang sehat tanpa menimbulkan gejala.
Kondisi ini dikenal dengan istilah karier, yaitu ketika seseorang membawa bakteri tersebut, namun tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi.
Di Indonesia, sekitar 40 hingga 60 persen orang sehat membawa bakteri tersebut, yang dapat menular ke orang lain, termasuk anak-anak.
Jadi, pneumonia pada anak paling sering disebabkan oleh infeksi bakteri dan virus yang bisa menyerang saat daya tahan tubuh anak sedang lemah.
Karena penyebaran bakteri bisa tanpa gejala, maka penting untuk menjaga kebersihan dan kesehatan anak agar terhindar dari risiko infeksi.
Pneumonia sering disalahartikan dengan flu biasa pada anak-anak karena gejalanya serupa, seperti demam, batuk, dan napas cepat. Namun gejala khas pneumonia adalah batuk disertai napas cepat atau sesak napas yang patut mendapat perhatian khusus.
Untuk mengetahui cepat napas anak, orang tua bisa menghitung laju napas dalam satu menit. Menurut standar WHO, batas normal frekuensi pernafasan adalah: kurang dari 2 bulan (≤ 60 kali/menit), 1 tahun (≤ 50 kali/menit) dan anak lebih tua (≤ 40 kali/menit).
Jika pernapasan melebihi angka itu, Wahyuni, itu bisa menjadi tanda pneumonia.
Selain itu, orang tua juga harus mewaspadai adanya sesak pada dinding dada saat anak bernapas, yang menandakan adanya gangguan pernapasan serius.
Jika gejala tersebut muncul, segera bawa anak ke dokter untuk pemeriksaan lebih lanjut, karena penanganan dini dapat mencegah komplikasi yang lebih serius.