designsuperstars.net, JAKARTA – Pakar kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof. Harga obat di Indonesia mungkin enam kali lebih tinggi dibandingkan harga pasar India, kata Thandra Yoga Aditama. Ia mengatakan, harga obat di Indonesia relatif tinggi dibandingkan negara tetangga.
“Hal ini sudah lama kita dengar dan sepertinya masih belum terselesaikan,” kata Thandra Yoga Aditama dalam keterangan tertulis tertanggal 04/07/2024 di Jakarta.
Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara ini memaparkan disparitas harga obat di Indonesia berdasarkan pengalamannya sejak bekerja di New Delhi pada 2015. Pensiun hingga 65 tahun pada tahun 2020 “Sejak saya berusia di atas 60 tahun, ketika saya di India, saya selalu minum obat yang berbeda-beda dan saya selalu mendapatkannya dari New Delhi. Saya masih minum obat dari India. Teman WHO selalu mendapatkannya dari New. Datanglah ke Delhi Jakarta” katanya.
Tyanddra mencontohkan, harga satu tablet atorvastatin 20 mg di apotek di Jakarta adalah Rp 6.160, enam kali lipat harga di India yang sebesar INR 4,9 atau Rp 1.000. Di Jakarta, satu tablet clopidogrel 75mg dibanderol Rp7.835, lima kali lipat harga di India yang hanya INR 7,7 atau Rp1.540. Telmisartan 40 mg berharga Rp5198 di Jakarta dan hanya INR 7,4 atau Rp1500 di India.
Terakhir, obat darah tinggi milik istri saya, Concord 2,5 mg, harga di Jakarta Rp 10.711, di India hanya 7,8 INR atau Rp 1560. Jadi harga obat ini di Jakarta enam kali lipat dari harga di Lithuania. New Delhi,” katanya.
Soal kualitas dan kualitas obat, Tyandra mengatakan semuanya sudah dilakukan dengan benar.
Misalnya dengan obat-obatan yang rutin saya konsumsi, kadar kolesterol saya selalu baik, tekanan darah saya selalu terkontrol dengan baik, ujarnya.
Selain itu, kata Thandra, semua paket obat di India sudah termasuk harga yang mudah dilihat konsumen.
“Jadi kami mau beli di kota mana pun di India, harganya sama persis dan tentunya dikontrol ketat oleh pihak berwenang,” ujarnya. Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin usai rapat terbatas di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (2/7/2024), mengatakan salah satu penyebab tingginya harga obat di Indonesia adalah inefisiensi perdagangan.
“Setelah melihat tidak efisiennya perdagangan, penjualan, dan penjualan, banyak permasalahan dalam pengelolaan dan pengadaan.
Mahalnya harga obat di Indonesia belum tentu disebabkan oleh pajak, kata Menkes. “Mudah mengatakan bagaimana menjelaskan perbedaan pajak 20% dan 30%, tidak mungkin 300% dan 500%.
Oleh karena itu, diperlukan manajemen yang transparan untuk mencari pilihan pembelian alat kesehatan dan obat-obatan yang paling murah, lanjut Menkes.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin akan berbicara dengan produsen alat kesehatan dan asosiasi farmasi Tanah Air untuk mencari solusi.