designsuperstars.net, Di tengah musim kemarau Jakarta biasanya terkenal dengan panas yang menyengat, kemunculan udara dingin yang terjadi belakangan ini mungkin akan mengejutkan sebagian orang. Daerah yang hangat pada malam dan dini hari juga terasa lebih sejuk dari biasanya. Hal ini menimbulkan pertanyaan, apa yang menyebabkan perubahan iklim saat kita menghadapi musim panas yang lebih panas dan kering?
Lebih lanjut, BMKG mencatat, meski saat ini sedang kemarau, namun potensi hujan sedang hingga lebat masih mungkin terjadi di beberapa tempat. Kombinasi udara yang lebih dingin dari biasanya dan kemungkinan hujan menambah kompleksitas pola cuaca saat ini.
Apa sebenarnya yang dilakukan peristiwa udara dingin ini di tengah musim kemarau yang seharusnya hangat? Mari kita lihat lebih dalam untuk memahami penyebab perubahan iklim saat ini.
Untuk lebih jelasnya, designsuperstars.net telah merangkum informasi lengkap dari BMKG pada Selasa (16/7).
Saat ini, di saat Indonesia secara umum sedang mengalami musim kemarau yang ditandai dengan cuaca panas dan kering, beberapa wilayah di Indonesia bagian selatan justru mengalami suhu udara yang terasa lebih dingin dari biasanya. BMKG menjelaskan fenomena tersebut disebabkan oleh beberapa faktor utama dinamika atmosfer regional.
Menurut BMKG, cuaca cerah akhir-akhir ini didominasi oleh angin timuran yang membawa udara kering dan dingin dari daratan Australia menuju Indonesia. Fenomena ini mengurangi pembentukan awan di langit, menjadikan hari-hari cerah menjadi ciri khas hari-hari terakhir.
Tapi kenapa malam ini dingin? BMKG menjelaskan, minimnya tutupan awan pada malam hari memungkinkan radiasi panas dari permukaan bumi terpancar langsung ke atmosfer sehingga menyebabkan penurunan suhu secara signifikan.
Kondisi ini diperparah dengan angin tenang di malam hari yang menghambat percampuran udara sehingga memerangkap udara dingin di permukaan bumi. Karena tekanan udara yang rendah dan kelembapan yang rendah, daerah pegunungan atau pegunungan yang tinggi juga menjadi dingin.
Fenomena ini merupakan bagian dari fenomena alam yang biasa terjadi pada musim kemarau, khususnya pada bulan Juli hingga September. BMKG menyebutkan Australia mengalami musim dingin dengan tekanan angin yang relatif tinggi pada bulan Juli.
Dari situ massa udara dingin bergerak menuju Indonesia melalui perairan Samudera Indonesia sehingga mendinginkan suhu permukaan laut sehingga mempengaruhi suhu udara di wilayah seperti Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.
Oleh karena itu, fenomena udara dingin yang dirasakan beberapa wilayah Indonesia belakangan ini merupakan hasil interaksi kompleks antara massa udara dari Australia, kondisi cuaca cerah dengan radiasi panas efektif pada malam hari, dan ciri geografis Indonesia yang mempengaruhi dampak regional. . Distribusi suhu udara.
Fenomena cuaca dingin atau “tempat tidur” yang sering terjadi pada puncak musim kemarau di Indonesia, khususnya antara bulan Juli hingga September, menjadi perhatian utama para ahli meteorologi. Keadaan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor utama dinamika atmosfer regional.
Salah satu faktor utamanya adalah angin muson Australia yang kering dan dingin. Angin ini bertiup dari arah selatan dan membawa massa udara dingin dari benua Australia yang saat ini sedang mengalami musim dingin. Fenomena ini terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia, terutama wilayah selatan seperti Selatan Jawa, Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Nusa Tenggara Barat (NTB) yang selalu mengalami suhu udara di bawah normal.
Selain pengaruh monsun Australia, posisi matahari yang berada pada titik terjauh dari Bumi dalam siklus revolusinya juga turut berkontribusi terhadap kondisi cuaca dingin. Meski kurang penting dibandingkan faktor atmosfer lainnya, efek ini berperan dalam menstabilkan suhu udara pada periode tertentu.
Pada siang hari, meski matahari cerah dan langit cerah tanpa awan, namun udara tetap terasa dingin dan kering karena aturan monsun Australia. Fenomena ini juga berarti suhu udara siang hari lebih rendah dari biasanya, berbeda dengan perkiraan musim kemarau dan kemarau panas.
Namun, BMKG memperkirakan suhu udara akan kembali normal pada akhir musim kemarau, khususnya pada Juli hingga September. Perubahan ini diperkirakan akan terjadi secara bertahap pada musim berikutnya seiring dengan perubahan pola angin dan dinamika atmosfer. Oleh karena itu, suhu udara normal diperkirakan akan berangsur membaik selama cuaca dingin di berbagai wilayah Indonesia.
Meskipun Indonesia sedang memasuki musim kemarau yang ditandai dengan cuaca kering dan panas, namun sebagian wilayah Indonesia masih mengalami curah hujan sedang hingga lebat. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan fenomena tersebut disebabkan oleh dinamika atmosfer yang kompleks dalam skala regional-global sehingga mempengaruhi cuaca Indonesia.
Salah satu faktor kunci yang perlu diperhatikan adalah aktivitas fenomena Madden Julian Oscillation (MJO). MJO merupakan pola cuaca global yang berkembang di sepanjang garis khatulistiwa yang dapat mempengaruhi pembentukan awan hujan di wilayah tertentu. Selain itu, ada juga pengaruh gelombang khatulistiwa Kelvin dan Rossby yang merupakan fenomena gelombang atmosfer di garis khatulistiwa yang berkontribusi terhadap perubahan pola cuaca di Indonesia.
Tak hanya itu, hangatnya suhu permukaan laut di sekitar perairan Indonesia juga berperan penting dalam kondisi yang mendukung pertumbuhan awan hujan secara signifikan. Suhu laut yang lebih tinggi ini dapat menyebabkan penguapan air lebih intensif sehingga menyebabkan terbentuknya awan hujan yang lebih besar dan aktif di daratan Indonesia.
Dwikorita Karnawati menekankan, kombinasi fenomena atmosfer global seperti MJO dan gelombang khatulistiwa, serta kondisi suhu permukaan laut yang hangat menjadi faktor utama pemicu dinamika cuaca hujan di sebagian besar wilayah Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun sedang memasuki musim kemarau, Indonesia masih dapat mengalami curah hujan yang signifikan akibat interaksi kompleks antar faktor atmosfer.