Perbankan Dinilai Perlu Lebih Lincah Hadapi Tantangan dan Peluang Ekonomi Masa Depan

Read Time:4 Minute, 31 Second

designsuperstars.net, JAKARTA – Industri perbankan nasional sebagai salah satu sektor utama penopang perekonomian negara dinilai lebih fleksibel dalam menghadapi tantangan dan peluang perekonomian ke depan guna lebih menjaga kondisi perekonomian Indonesia. . Hal tersebut ditegaskan Ketua Persatuan Bank-Bank Nasional (PERBANAS) Heri Gunardi pada acara Welcome Dinner PERBANAS CFO FORUM II-2024 yang digelar di Bali, Kamis (1/8/2024).

Heri yang juga Ketua PT Bank Syariah Indonesia Tbk atau BSI menjelaskan dinamika perekonomian dan keuangan berubah dengan cepat baik secara global maupun nasional. Hal ini tentu membuka tantangan dan peluang besar bagi industri perbankan. Karena kinerja perekonomian global yang terfragmentasi dan deflasi akibat inflasi harga jasa merupakan permasalahan utama.

Mengutip data World Economic Outlook milik Dana Moneter Internasional (IMF), pertumbuhan PDB global tahun ini diperkirakan sekitar 3,2 persen. Peningkatan ini sama dengan tahun lalu, namun masih kalah dibandingkan tahun 2021 dan 2022 yang masing-masing sebesar 6,5 persen dan 3,5 persen.

“Selain itu, eskalasi geopolitik menambah ketidakpastian yang membayangi prospek perekonomian di masa depan. “Di tengah ketidakpastian perekonomian dan politik global, beberapa negara, termasuk Amerika Serikat (AS), mengambil kebijakan suku bunga tinggi dalam jangka waktu yang lama atau lebih lama,” kata Heri dalam keterangannya, Jumat (2/8). / ) 2024).

Pemilihan presiden di sejumlah negara pada tahun 2024 dan tahun depan, termasuk Amerika Serikat, juga meningkatkan ketidakpastian arah kebijakan moneter dan keuangan global. Namun Bank Dunia dan IMF memperkirakan perekonomian Indonesia akan tumbuh sebesar 5 persen pada tahun 2024. Perkiraan ini didasarkan pada permintaan domestik.

Sementara itu, Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Tanah Air pada tahun 2024 akan terjaga dengan baik yakni pada kisaran 4,7-5,5 persen. Penilaian ini didasarkan pada stabilnya konsumsi rumah tangga dan iklim investasi yang positif.

“Konsumsi rumah tangga diperkirakan tetap kuat meskipun terdapat indikasi sedikit perlambatan pada triwulan II-2024. Hal ini tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen dan penjualan ritel yang tumbuh relatif melambat. “Investasi juga diperkirakan masih kuat sejalan dengan PMI manufaktur yang masih berada pada zona ekspansi,” lanjutnya.

Ia juga menegaskan, dalam kondisi suku bunga tinggi, likuiditas makro menurun. Namun, masih memadai ditunjukkan dengan rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (DPK) yang menurun namun tetap tinggi. Ia mengatakan likuiditas yang masih memadai secara makro mendorong intermediasi perbankan terus tumbuh secara stabil karena didukung oleh kebijakan makroprudensial yang akomodatif.

Namun tantangannya, pertumbuhan kredit akan dibarengi dengan peningkatan kredit bermasalah (NPL). Hal ini tentu saja meningkatkan risiko kredit yang perlu terus diwaspadai. Selain itu, tantangan likuiditas, khususnya terkait pembiayaan perbankan, perlu diwaspadai ke depan.

Data BI menunjukkan pertumbuhan pinjaman tumbuh sebesar 12,36 persen year-on-year/year pada Juni 2024. Pertumbuhan ini didorong oleh kuatnya pasokan dan permintaan, khususnya dukungan terhadap penyaluran kredit korporasi. Sedangkan pada periode yang sama, pertumbuhan DPK sebesar 8,45 persen secara tahunan. Sedangkan rasio pinjaman (LDR) sebesar 85,74 persen.

Heri mengatakan, imbal hasil dari SRBI ke depan akan sangat menarik sebagai bagian dari upaya stabilisasi rupee. Penerbitan SBN juga tinggi mengingat banyaknya SUN yang jatuh tempo dalam 3 tahun ke depan.

“Jadi perbankan perlu terus berinovasi untuk menggalang dana yang kemudian digunakan untuk penyaluran kredit. Salah satu konsekuensinya adalah potensi meningkatnya biaya dana perbankan. “Peningkatan nilai dana dapat mempengaruhi bunga bersih perbankan. marginnya akan berkurang,” ujarnya.

Ia juga menjelaskan bahwa di sisi lain, transisi menuju pembangunan yang lebih hijau dan berkelanjutan menjadi semakin mendesak dan berkembang dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini juga mendorong industri perbankan untuk menawarkan pembiayaan yang konsisten dengan prinsip keberlanjutan.

Perumusan taksonomi keuangan berkelanjutan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan komitmen nyata dalam mendukung keuangan ramah lingkungan. Panduan ini, menurut Heri, membantu bank mengidentifikasi aktivitas yang memenuhi syarat sebagai pembiayaan berkelanjutan. Tujuannya adalah untuk mempromosikan pembiayaan ramah lingkungan dan berkelanjutan.

“Sebagai penggerak utama intermediasi keuangan di Indonesia, perbankan mempunyai peran penting dalam transformasi menuju pembangunan yang lebih berkelanjutan. dia berkata.

Dalam hal ini, bank secara aktif menerapkan prinsip-prinsip lingkungan hidup, sosial dan tata kelola (ESG) dalam aktivitasnya. Khususnya, menunjukkan komitmen terhadap tanggung jawab sosial dan lingkungan. BI memperkirakan diperlukan pembiayaan sebesar USD 281 miliar agar Indonesia dapat memenuhi target Investasi yang Ditentukan Secara Nasional (NDC) pada tahun 2030. NDC sendiri merupakan komitmen yang dibuat oleh negara-negara yang telah meratifikasi Perjanjian Paris untuk membantu mengurangi gas rumah kaca. (GRK).

Data bank sentral juga terus menunjukkan pertumbuhan green finance yang saat ini fokus pada bank-bank besar. Tumbuh 15,63 persen year-to-date (ytd) hingga Desember 2023. Jumlah itu sebanyak 41 bank senilai Rp 500 triliun yang menguasai 83,4 persen total pangsa kredit perbankan pada Desember 2023. Sektor-sektor yang didanai meliputi energi terbarukan, pembangkit listrik tenaga air, transportasi ramah lingkungan, dan industri produk ramah lingkungan.

Selain itu, Hari juga menyoroti transformasi digital di berbagai operasional yang mendorong inovasi lebih cepat. Ia mengatakan pemanfaatan teknologi digital membuka peluang bagi perbankan untuk meningkatkan efisiensi, mengembangkan produk baru, dan memberikan layanan yang lebih baik. Namun perkembangan teknologi digital juga menghadirkan tantangan, seperti ancaman serangan siber yang semakin canggih.

Oleh karena itu, ia menekankan bahwa dalam dinamika perekonomian dan keuangan saat ini, para pelaku industri harus mengadopsi cara kerja yang agile untuk bergerak dan merespon perubahan dengan cepat. Bank yang mampu beradaptasi dengan cepat akan memiliki keunggulan kompetitif dalam menghadapi tantangan. Anda juga akan bisa memanfaatkan peluang di tengah perubahan yang begitu cepat di zaman yang semakin modern.

“Transformasi menuju ekonomi hijau dan digital bukan hanya sebuah tantangan, namun juga peluang emas untuk menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan dan inklusif,” tutupnya.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
Previous post Mau Daftar CPNS Kemhan Tahun Ini? Cek Formasi dan Kuota yang Dibuka
Next post Lestarikan Budaya Betawi, Universitas Atma Jaya Gelar Pentas Lenong