designsuperstars.net, Jakarta – Pengenaan cukai pada minuman manis kemasan memiliki manfaat ganda, menurut penelitian terbaru.
Selain manfaat ekonomi, pemberlakuan cukai MBDK dapat mengurangi beban diabetes tipe 2 di Indonesia pada tahun 2033.
Hal ini berdasarkan studi yang dilakukan oleh Center for Strategic Development Initiatives (CISDI) Indonesia.
“Dengan memperkenalkan cukai MBDK, kita dapat mengurangi jumlah penderita diabetes tipe 2 dan mencegah 455.310 kematian selama dekade berikutnya,” kata Muhammad Zulfiqar Firdaus, Health Economics Research Officer, CISDI. penyerahan penelitian Jakarta, 7 Maret 2024.
Sebuah studi CISDI baru-baru ini menemukan bahwa peningkatan asupan MBDK sebesar 20 persen dapat mengurangi minuman manis dan asupan gula rata-rata 5,4 gram per hari untuk wanita, dan 4,09 gram untuk wanita. Berdasarkan pemodelan ekonomi, pengurangan konsumsi ini akan mencegah 253.527 kasus kelebihan berat badan dan 502.576 kasus obesitas pada tahun 2033.
“Bea Cukai terbukti efektif secara edukasi. Cukai dapat membuat masyarakat bertanya mengapa dan mengetahui lebih dalam mengenai kegunaan produk tersebut,” kata Zulfikar dalam siaran persnya.
Studi tersebut juga menunjukkan bahwa jika pajak cukai tidak segera diterapkan, maka jumlah penderita diabetes tipe 2 akan mencapai 8.949.768 orang pada tahun 2033. Diabetes tipe 2 merupakan salah satu penyebab kematian utama di Indonesia.
Jika tarif cukai MBDK diterapkan mulai 2024, kemungkinan akan berubah sebanyak 8,9 juta kasus. Jika pajak cukai diterapkan maka jumlah kasus diabetes tipe 2 akan berkurang sebanyak 5.854.125 kasus.
“Ini berarti secara kumulatif 3.095.643 kasus baru sebenarnya bisa dicegah dalam sepuluh tahun,” kata Olivia Herlinda, kepala kebijakan dan penelitian CISDI.
Berdasarkan pemodelan ekonomi CISDI, jumlah kematian akibat diabetes tipe 2 tanpa pajak diproyeksikan meningkat menjadi 1.393.417 setiap tahunnya pada tahun 2033.
Di sisi lain, pajak cukai minuman manis dapat menurunkan angka kematian hingga sepertiganya.
Sovarta Kosen, Penyidik Utama CISDI Research yang turut serta dalam penyidikan, menambahkan, kinerja MBDK dalam penegakan cukai sudah diteliti.
Kajian sebelumnya dilakukan 8 tahun lalu oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Kemenkeu) Kementerian Keuangan.
Namun karena beberapa faktor, pembahasan ini terhenti dan Indonesia tertinggal dibandingkan negara-negara ASEAN dalam penerapan tarif cukai minuman manis, ujarnya.
Selain itu, tim peneliti CISDI menjelaskan bahwa mereka menghitung alat yang disebut tahun hidup yang disesuaikan dengan disabilitas, atau DALYs, untuk memperkirakan beban ekonomi atas kematian dan kecacatan akibat diabetes tipe 2.
Berdasarkan perkiraan CISDI, dengan menghilangkan kedua tantangan tersebut, Indonesia dapat menghemat biaya langsung atau biaya pengobatan diabetes tipe 2 sebesar Rp 24,9 triliun. Biaya atau kerugian langsung yang terkait dengan hilangnya produktivitas ekonomi akibat diabetes diperkirakan mencapai Rp15,7 triliun.
“Dengan mematuhi cukai MBDK, Indonesia dapat menghemat Rp40,6 triliun dan meningkatkan harga jual produk MBDK di pasaran minimal 20 persen,” kata Olivia.
Padahal, jika cukai MBDK diterapkan, penelitian ini hanya sebatas menganalisis tingkat keparahan diabetes tipe 2, sehingga dampak positifnya terhadap kesehatan dan ekonomi akan semakin luas karena keterbatasan data.
Sementara itu, banyak penyakit tidak menular (PTM) lainnya yang disebabkan oleh dosis MBDK. Mengingat hal tersebut, CISDI telah memberikan empat rekomendasi kepada pemerintah: Penerapan segera cukai MBDK dapat meningkatkan harga jual produk MBDK di pasaran minimal 20 persen. Menggunakan pendapatan cukai untuk mendanai program dan fasilitas kesehatan masyarakat. Menerapkan kebijakan yang bertujuan untuk mempromosikan gaya hidup sehat dan lingkungan, seperti mencantumkan label nutrisi di bagian depan kemasan dan melarang iklan produk tinggi garam, gula, dan lemak. Edukasi dan promosi kesehatan tentang akibat konsumsi gula berlebihan.