designsuperstars.net, Jakarta – Elon Musk meluncurkan layanan internet satelit Starlink di Indonesia di Puskesmas Sumerta Kelod, Denpasar, Bali.
Kehadiran layanan internet baru ini menimbulkan banyak pertanyaan, apakah Starlink mampu mendisrupsi layanan operator telekomunikasi, layanan internet fiber optik dan satelit yang tersedia di Indonesia?
Kehadiran Starlink menarik perhatian operator Indotelco Forum Doni Ismanto Darwin. Ia yakin layanan internet Elon Musk bisa dipilih masyarakat.
Kehadiran Starlink dapat menjadi pilihan baru bagi pengguna yang membutuhkan layanan Internet sesuai kebutuhannya, karena Starlink Internet menggunakan satelit LEO (Low Earth Orbit), yang memiliki keunggulan dibandingkan layanan lain yang menggunakan satelit GEO (Geostationary Earth Orbit), Dhoni dikatakan.
Menurut Dhoni, layanan Starlink akan cocok untuk wilayah dengan jangkauan internet terbatas termasuk wilayah 3T (Terluar, Terdepan, dan Terluar).
“Jika perangkat ini digunakan di area yang tidak tersedia layanan internet seluler dan serat optik, maka penggunaan Starlink akan nyaman,” ujarnya.
Meski demikian, dia tidak menyebut keluarnya Starlink akan berdampak pada penyedia layanan internet satelit di Indonesia.
“Tentunya dampak keluarnya Starlink akan dirasakan oleh operator satelit Pacific Satellite Nusantara (PSN), karena keduanya memiliki pangsa pasar yang sama,” imbuhnya.
Ia juga turut merayakan peluncuran Starlink di Puskesmas Sumerta Kelod, Denpasar, Bali. Ia mengatakan Satria-1 yang melayani perangkat pemerintah di wilayah Starlink 3T tidak akan mengambil alih pasar layanan internet satelit.
Kehadiran Starlink tidak bisa mengganggu Satria-1, layanan Internet untuk perangkat pemerintah di daerah yang belum memiliki akses Internet, ujarnya.
“Contohnya, Puskesmas yang tersebar di seluruh Indonesia berjumlah sekitar 10.000 dan 80 persen Puskesmas tersebut memiliki layanan internet satelit Satria-1,” imbuhnya.
Namun layanan Starlink wajib menyediakan layanan Internet kepada instansi pemerintah yang belum terkoneksi dengan layanan Internet Satria-1.
“Starlink dapat menjadi tambahan bagi Puskesmas dan instansi pemerintah lainnya yang belum terkoneksi dengan internet,” tutupnya.
Meski baru di Indonesia, Dhoni mengatakan Starlink merupakan ancaman serius bagi para pelaku industri telekomunikasi di Indonesia.
“Saat ini Starlink Indonesia belum menjadi pesaing besar bagi para pemain besar di industri telekomunikasi,” kata Dhoni.
Namun perlu diingat, jika Starlink dibiarkan dan tidak dikendalikan oleh pemerintah, maka bisa menjadi pemain besar dan menyalip operator seluler dan fiber optik di Indonesia saat ini, tambahnya.
Dia melihat Starlink tumbuh secara eksponensial di luar negeri. Bahkan, Elon Musk menguji layanan internet Starlink di ponsel pintar tanpa memerlukan parabola.
“Jika teknologi layanan satelit direct-to-cell memungkinkan ponsel pintar terhubung ke jaringan Starlink tanpa memerlukan parabola khusus, Starlink siap menjadi pemain besar di India,” ujarnya.
Tak hanya itu, Dhoni juga melihat ISP kecil bisa menjadi korban Starlink. Oleh karena itu, ia menyarankan agar Starlink bekerja sama dengan ISP di daerah terpencil agar lebih banyak pengguna yang dapat mengakses layanan Starlink dan menjalin usaha patungan dengan perusahaan tersebut.
“Starlink bekerja sama dengan penyedia kecil agar layanan Starlink dapat diakses oleh lebih banyak pengguna yang tidak memiliki akses internet,” kata Dhoni.
Selain itu, Dhoni mengatakan pemerintah harus memperhatikan janji Starlink untuk membangun infrastruktur jaringan internet di Indonesia.
“Jika Starlink benar-benar membantu jaringan internet Indonesia, maka harus dibangun gateway ke Indonesia. Tidak hanya itu, janji Starlink untuk membangun infrastruktur di Indonesia harus segera dilaksanakan. “Orang bilang Starlink jelek,” dia dikatakan.
Meski menawarkan internet berkecepatan tinggi meski di daerah terpencil, Doni Ismanto Darwin mengatakan perangkat tersebut dapat disalahgunakan untuk kegiatan yang memecah belah, terutama di zona perang di Indonesia.
“Saya sangat prihatin dengan layanan Starlink yang digunakan oleh organisasi partisan, seperti OPM, untuk menyebarkan intelijen atau aktivitas lain yang mengancam kedaulatan federal,” ujarnya.
“Jika pemerintah tidak mengendalikan penyebaran Starlink di Indonesia, mungkin akan timbul masalah besar,” imbuhnya.
Untuk mencegah penyalahgunaan tersebut, Dhoni menilai penjualan dan distribusi Starlink harus diawasi agar layanan internet ini tidak disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Oleh karena itu, pemerintah dan Kominfo harus memantau penjualan dan distribusi Starlink agar jaringan internet satelit ini tidak disalahgunakan untuk tujuan memecah belah, kata Dhoni.
Saat ditanya mengenai keluhan masyarakat terhadap kecepatan internet Starlink dan keinginan mereka menggunakan layanan internet ini di perkotaan, Dhoni menjawab tidak peduli dan menganggapnya biasa saja.
“Wajar jika mereka mencoba sesuatu yang baru, seperti Fear of Missing Out (FOMO) dan Fear of Missing Out. Masyarakat perlu memahami bahwa semakin tinggi pengguna atau bandwidth, semakin panjang jaringannya, sehingga banyak yang mengeluh. Kecepatan internetnya kurang tinggi,” jelasnya.
Ia juga menyoroti ciri-ciri masyarakat Indonesia yang sangat ingin mencoba hal baru namun mengeluh ketika tidak mendapatkan apa yang diinginkannya.
“Orang Indonesia lucunya, mereka suka dengan layanan internet Starlink, yang biaya perlengkapan dan biaya berlangganan bulanannya lebih mahal dari layanan internet saat ini, biaya bulanan dan pengirimannya awet,” kata Dhoni.
Melihat semakin banyak orang yang ingin mencoba Starlink, Dhoni mengingatkan bahwa koneksi internet yang paling stabil adalah kabel (fiber optic).
Namun saat ini koneksi internet yang paling stabil adalah menggunakan jaringan kabel (fiber optic), tambahnya.
“Starlink akan lebih banyak digunakan jika dipasang di tempat-tempat yang tidak memiliki akses internet, seperti tambang, pantai, laut lepas, dan kawasan wisata terpencil,” pungkas Dhoni.