Terinspirasi dari Guci Abu Kremasi Mendiang Ibunya, Albert Yonathan Buat Karya Seni yang Terus Hidup dari Tanah dan Benih

Read Time:3 Minute, 40 Second

designsuperstars.net, Jakarta – Setiap karya seni memiliki makna tersendiri bagi senimannya, bahkan secara pribadi, meski mungkin mengundang interpretasi berbeda dari yang melihatnya. Hal serupa juga terjadi pada Albert Yonatan Setyawan, salah satu seniman keramik kontemporer Tanah Air.

Pada hari Jumat tanggal 7 Juni 2024, dalam jumpa pers pameran “THE TRANSIENT NATURE OF EARTH JOY”, Albert memamerkan karya seni tanah liatnya. Menurut Albert, karya seni selalu menekankan pada hasil dan bentuknya biasanya tetap atau statis.

Hal ini membuat Albert kesal. Ia juga memikirkan cara agar hasil karyanya tetap bergerak, berkembang, dan berubah.

“Nah, proses pergerakan dan perkembangan itu soal waktu, jadi waktu ditangkap dalam pekerjaan, itu yang saya inginkan,” ujarnya.

Albert kemudian memilih tanah mentah dan bibit tanaman sebagai bahan karyanya. Tanah dicampur dengan kompos, dibentuk sedemikian rupa, kemudian ditempatkan bibit tanaman. Albert memilih tanaman yang dapat hidup di lingkungan lembab dan dalam ruangan agar tidak cepat mati.

“Karena tumbuhan itu hidup, maka mereka akan terus berevolusi dan tumbuh,” ujarnya. “Saya berharap 6-7 bulan ke depan bentuknya akan berubah. Jadi salah satu tujuan pameran ini adalah saya ingin mengajak masyarakat untuk datang ke pameran, tidak hanya sekali, tapi mencoba melihat bagaimana prosesnya. pergi. Masa berlakunya habis.” Tampaknya segala sesuatunya akan terus berubah,” tambahnya.

Dalam karyanya, sembilan terbuat dari tanah mentah. Enam di antaranya adalah guci abu kremasi yang terinspirasi dari pengalaman pribadinya.

Ia mengatakan konsep tersebut terinspirasi dari momen kematian ibunya. Pada tahun 2003, ibu Albert menghembuskan nafas terakhirnya. Peristiwa ini membuatnya berpikir tentang kehidupan dan kematian manusia.

“Saya bertanya-tanya ke mana arah kehidupan seseorang setelah mati? Sangat mudah untuk meninggalkan tubuh. Saya bertanya-tanya tentang kematian, kehidupan, kehidupan dan penghidupan, itu perasaan yang sangat cepat berlalu,” ujarnya.

Ketika ibunya meninggal, dia melihat ibunya dikremasi dan abunya dimasukkan ke dalam guci. Albert memperhatikan sesuatu yang menarik di asbak. Biasanya asbak menjadi tempat peristirahatan terakhir dalam beberapa kepercayaan. Namun Albert kemudian membalikkan prosesnya. Dia menjadikan asbak sebagai tempat tumbuh dan hidup.

“Saya kira menarik kalau saya membuat benda yang sama, asbak, lalu bahannya dibalik dengan tanah, biji-bijian, lalu bijinya tumbuh, ibu saya hidup, meninggal, dikremasi, dan abunya ditaruh di sana. , Selesai saya balikkan prosesnya, “Saya ambil bentuk, saya pakai media yang benar-benar hidup supaya berkembang, punya potensi hidup. Itu yang saya inginkan,” jelasnya.

Pengalaman inilah yang akhirnya menjadi arah karya Albert. Ia menjelaskan arti dari proses pertama karyanya dan “Mengapa hal itu terjadi pada saya dan ibu saya?” Dia berkata bahwa dia sedang mencari jawaban atas pertanyaannya.

“Pengalaman ini selalu membuat saya bertanya-tanya apa yang ada di balik apa yang terlihat. Belum tentu pikiran, saya ingin tahu apa yang ada di balik sesuatu, apa alasannya, kenapa seperti itu, saya terus mencari,” kata Albert.

Ini juga memberi Albert pandangan tentang seni. Baginya, seni adalah suatu proses berpikir, pencarian, pencarian makna, dan proses mengkonstruksi makna.

“Jadi seni itu berbeda dengan sains. Sains berurusan dengan hukum-hukum eksakta ya, kalau seni lebih reflektif. Saya rasa secara filosofis saya terkejut dengan konsep-konsep metafisika seperti kematian dan kehidupan, yang merupakan landasan paling penting.”

Ia juga mengatakan bahwa Proyek Pameran Tumur merupakan proyek pribadinya. Selain itu, proyek ini merupakan cerminan pengalaman hidup dan nostalgia bagaimana ibunya meninggal, dikremasi, dan abunya dimasukkan ke dalam guci.

Ide-ide Albert pada pameran di Tumur berada di luar kebiasaannya yang biasa. Awalnya Albert berkecimpung di bidang seni keramik. Ia mengaku sudah mengetahui seperti apa karakternya dan sangat familiar dengan seni tersebut. Kemudian, selama studinya, ia bereksperimen dengan lingkungan tanah.

“Jadi waktu kuliah saya sedang mengerjakan sebuah karya. Biasanya di keramik saya suka menutupinya dengan plastik untuk nanti dikerjakan. Saat itu saya lupa, dan berbulan-bulan kemudian ternyata ada tanaman yang tumbuh di sana. Dari situ saya kira karena kandungan mineral dan tanah saya saat itu”.

Pengalaman ini kemudian menjadi bahan bagi Albert untuk memikirkan apa lagi yang bisa dilakukan negara ini. Pada tahun 2016, Albert memulai eksperimennya dengan membuat pot, kemudian mengeringkan dan menggilingnya. Dia memfilmkannya selama penghancuran. 

“Tanah liat itu bentuknya waktu dibentuk dan dikeringkan ya, tapi karena belum jadi keramik, kalau dimasukkan air langsung hancur, dan hancurnya lambat. Itu yang saya lakukan, saya foto proses hancurnya,” ujarnya. dikatakan.

Kemudian Albert bertanya-tanya apa lagi yang bisa dia lakukan. Dia teringat proses tumbuhnya tanaman dari dalam tanah secara tidak sengaja. Akhirnya, ia mulai mencampurkan kompos, benih, dan media tanam. Proses percobaannya memakan waktu yang cukup lama, sekitar satu tahun, dan beberapa kali gagal sebelum akhirnya berhasil dan didemonstrasikan.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
Previous post Irish Bella Akui Prihatin Lihat Perubahan Fisik Ammar Zoni: Dulu Sudah Aku Urus Banget
Next post Set Piece yang Ubah Nasib Timnas Indonesia U-19 di Piala AFF U-19 2024