Belum Ada Vaksin TBC yang Baru, Menkes Budi: Ini Masalah Komitmen untuk Berinovasi

Read Time:2 Minute, 19 Second

designsuperstars.net, Manila Menteri Kesehatan Indonesia Budi Gunadi Sadikin mengatakan dunia membutuhkan vaksin baru dan lebih baik untuk melawan tuberkulosis (TB).

Kalau melihat penyakit menular lainnya, misalkan ada vaksin cacar. Kemudian, penyakit baru, COVID-19, dengan cepat muncul sebagai vaksin untuk mengurangi keparahan infeksi SARS-CoV-2.

Menurut Budi, tersedianya vaksin baru akan lebih berperan dalam pemberantasan tuberkulosis yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberkulosis (M.tb).

“Kita bisa belajar dari penyakit cacar yang berhasil diberantas dengan bantuan vaksin. Sebenarnya vaksin COVID-19 bisa selesai dalam waktu 22 bulan, kata Menteri Kesehatan Budi.

Jadi belum jelas kenapa kita tidak bisa punya vaksin TBC yang lebih baik. Ini hanya soal komitmen memperbarui vaksin TBC, lanjut Budi saat berdiskusi antar menteri kesehatan pada pertemuan Dialog Regional Kemitraan TBC. Di Filipina, 14-15 Maret 2024.

Vaksin TBC yang ada saat ini di negara ini adalah vaksin Bacillus Calmette-Guerin (BCG), yang memberikan perlindungan parsial terhadap TBC parah pada bayi dan anak kecil. Namun, vaksin ini tidak cukup untuk melindungi anak-anak dan orang dewasa dari TBC.

Budi juga meyakini kerja sama Indonesia diakui sebagai faktor kunci dalam percepatan pemberantasan TBC.

“Kami yakin upaya bersama akan mencapai keberhasilan dalam memerangi tuberkulosis,” kata Budi.

Kolaborasi multisektor merupakan persyaratan penting dalam pemberantasan TBC, mulai dari pencegahan hingga menjamin akses terhadap layanan. Imran Pambudi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan, menekankan pentingnya peran kemitraan multisektor dalam pencapaian ini.

“Mulai dari pencegahan, promosi kesehatan, hingga menjamin akses terhadap layanan, semuanya dilakukan dengan partisipasi multisektor, itulah sebabnya Indonesia banyak mencatatkan rekor baik dalam pemberantasan TBC akhir-akhir ini,” kata Imran.

Salah satu jenis kerja sama multisektoral adalah antara lembaga legislatif dan eksekutif di Indonesia. Dimana DPR bermitra dengan Kementerian Kesehatan RI untuk mengembangkan program edukasi khususnya seputar TBC.

“Penjangkauan dalam jumlah besar juga penting, menyasar populasi rentan seperti daerah terpencil, daerah kumuh perkotaan, penjara dan komunitas yang terpinggirkan. Selain itu, kami mencoba menyebarkan pesan pencegahan dan pengobatan TBC secara efektif melalui kampanye yang melibatkan organisasi lokal dan tokoh masyarakat”, kata Melki Laka Lena, Wakil Ketua Komite IX DPR RI.

Nurul Luntungan, Ketua Yayasan Stop TB Partnership Indonesia, mengatakan, mencapai tujuan pemberantasan TBC tidak hanya membutuhkan upaya bersama. Investasi berkelanjutan di Indonesia sangatlah penting, begitu pula kebutuhan akan komitmen politik dan kepemimpinan yang kuat.

“Agar Indonesia mencapai eliminasi tuberkulosis pada tahun 2030, kita sangat perlu memastikan implementasi Perpres 27.67 tahun 2021 terus berjalan dan diperkuat. Hal ini memerlukan kerja sama multisektor dan pendanaan yang cukup di tingkat global, nasional, dan sub-sektoral. -tingkat nasional,” kata Nurul. .

Bantuan keuangan untuk memerangi tuberkulosis datang dari Jepang.

“Menggarisbawahi strategi G20, penting untuk bekerja sama untuk menghilangkan tuberkulosis pada tahun 2030. Saat ini, Jepang memberikan dukungan finansial dan teknis untuk menghilangkan tuberkulosis di kawasan Asia Tenggara,” kata Asisten Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Global Jepang, Dr. Eiji Hinoshita

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
Previous post Sastrawan Yudhistira Massardi Penulis Novel Arjuna Mencari Cinta Meninggal Dunia
Next post 7 Potret Rizky Febian Syuting Pertama Kali Tahun 2009, Dikira Sule Saat Bocah