designsuperstars.net, JAKARTA – Ekonom Pusat Studi Ekonomi dan Hukum (SELIOS) Nelul Huda mempertanyakan rencana pemberian tunjangan perumahan kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dalam konteks kondisi perekonomian masyarakat yang semakin memburuk, HUDA menilai skema tersebut tidak bijaksana dan sangat tidak praktis untuk diterapkan.
Diskusi ini mencerminkan kurangnya empati antara kementerian dan wakil rakyat terhadap kondisi perekonomian Indonesia yang rapuh, kata Huda dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (9/10/2024).
HUDA mengatakan, masyarakat harus diutamakan dibandingkan keinginan anggota DPR dalam pemanfaatan anggaran. Selain itu, HUDA menyebut anggaran pemerintah sangat terbatas.
HUDA mengatakan, Anggota DPR memiliki rumah dinas yang memiliki berbagai fasilitas. HUDA menilai, menjadi pertanyaan besar jika anggota DPR tetap mendapat tunjangan perumahan meski mendapat tempat tinggal resmi.
“Rumah dinas untuk apa? Apakah untuk sekretariat DPR/MPR? Tidak bijak kalau sudah punya rumah, jadi minta tunjangan perumahan lagi sampai Rp 600 juta per tahun per anggota,” kata Huda.
Huda mengatakan, anggota DPR hendaknya menyadari kedudukan wakil rakyat dan mengutamakan kepentingan rakyat. HUDA mengatakan, para anggota DPR mendapat fasilitas penunjang kinerja berupa gaji dan tunjangan lainnya mencapai Rp50 juta per bulan.
Sekarang kita belum menambah kehadiran dan biaya lainnya, jangan serakah seperti anggota DPR,” kata Huda.
HUDA mengingatkan, skema tunjangan perumahan akan berdampak serius pada APBN yang diperuntukkan untuk pemeliharaan rumah dinas. HUDA menilai Tunjangan Perumahan DPR bisa dianggap kecil, namun tidak dalam kasus masyarakat.
HUDA mengatakan dengan uang tersebut, 8.000 anak bisa diberi makanan bergizi setiap harinya. Gizi semua anggota dewan sehat, mereka tidak memikirkannya dan tidak punya apa-apa untuk dibagikan kepada orang miskin, tidak ada simpati.”
HUDA mengatakan pemberian tunjangan perumahan tidak akan mempengaruhi produktivitas anggota DPR. HUDA menyampaikan, fasilitas akomodasi resmi yang ada masih cukup memadai.
“Kalau mau rumah nyaman, tidak harus jadi DPR, bahkan tidak pernah ke kantor. Sekarang mereka sudah jarang ke kantor, meninggalkan kenyamanan rumah mewah yang membuat pekerjaannya semakin tidak produktif. , ” kata Hooda.