Keren! Gen Z Disebut Sebagai Generasi Paling Sadar Lingkungan

Read Time:3 Minute, 25 Second

designsuperstars.net Lifestyle – Generasi Z atau Gen Z dikenal sebagai kelompok paling sadar lingkungan dalam beberapa dekade terakhir. Mereka tumbuh dengan kemudahan akses informasi mengenai perubahan iklim, polusi, dan kerusakan lingkungan lainnya.

Menurut generasi kelahiran 1997 hingga 2012 ini, penggunaan kemasan plastik sekali pakai hanya menambah permasalahan lingkungan. Mereka dengan tegas menolak penggunaan kemasan plastik sekali pakai dalam format kecil atau besar seperti galon. Silakan cari informasi lengkapnya.

Misalnya Nanang Setiawan, Agus Fikri, Mahesa Johdy, Dini dan Alvi. Para generasi muda ini menyalahkan wadah dan kemasan plastik sekali pakai sebagai salah satu penyebab pencemaran lingkungan yang merusak bumi.

“Kondisi lingkungan hidup saat ini sangat memprihatinkan, karena kesadaran membuang sampah plastik pada tempatnya belum menjadi budaya sehingga banyak sampah plastik berserakan,” Nanang mengawali perbincangan.

Saya yakin keberadaan kemasan plastik sebenarnya bukanlah penyebab utama pencemaran lingkungan, namun karena kurangnya kesadaran dalam menangani sampah plastik semakin memprihatinkan. Ia mencontohkan, penggunaan kantong plastik sekali pakai dan galon semakin banyak sehingga banyak yang berakhir di tempat pengolahan akhir (TPA).

Untuk menghindari pencemaran lingkungan lebih lanjut, ia lebih memilih menggunakan tas belanja kain yang dapat digunakan kembali dan mencoba membeli produk dengan kemasan yang dapat digunakan kembali, seperti galon biru yang dapat digunakan kembali. Ia menegaskan, penggunaan kemasan pangan yang dapat digunakan kembali merupakan kontribusi manusia terhadap kelestarian lingkungan.

“Menggunakan wadah yang dapat digunakan kembali, maupun kemasan yang dapat digunakan kembali seperti gelas atau liter air, dapat melindungi tanah kita dari kerusakan,” ujarnya.

Dengan imbalan tiga dolar, Agus pun bersedia menggunakan galon biru yang dapat digunakan kembali. Ia mengatakan, penggunaan galon ini dapat mencegah kerusakan lingkungan yang fatal akibat adanya sampah plastik.

Meski penggunaan galon sekali pakai relatif mudah, namun risikonya jauh lebih besar, kata dia. Lanjutnya, mulai dari kerusakan lingkungan juga berdampak pada kualitas hidup masyarakat.

“Penggunaan galon sekali pakai sangat berdampak buruk bagi bumi. Sedangkan penggunaan galon yang dapat digunakan kembali sangat dapat mengurangi sampah,” tandasnya.

Agus dan keluarga mengaku sudah lama menggunakan galon biru yang bisa digunakan kembali. Ia enggan beralih menggunakan liter sekali pakai karena sadar akan risiko kerusakan lingkungan.

Di saat yang sama, ia mengaku kerap memarahi orang lain yang menggunakan plastik secara berlebihan. Katanya, hal itu dilakukan untuk menjaga kelestarian bumi.

“Saya juga berdoa agar masyarakat sekarang bertobat secara ekologis untuk melestarikan lingkungan,” ujarnya.

Senada, Mahesa menilai penggunaan galon perorangan sangat memberatkan lingkungan. Ia berpendapat sebaiknya kemasan makanan dikeluarkan dari pasaran dan diganti dengan galon yang dapat digunakan kembali dan lebih ramah lingkungan.

Secara khusus, ia menyebut produsen bertanggung jawab atas dampak produknya terhadap lingkungan. Mahesa menuntut perusahaan mencari alternatif ramah lingkungan dan mengurangi jejak karbonnya.

“Galon sekali pakai merupakan produk yang dianggap sebagai simbol kepedulian produsen terhadap lingkungan,” tegasnya.

Kekhawatiran serupa juga diungkapkan Dini yang berpendapat keberadaan galon sekali pakai justru mengganggu kelestarian lingkungan. Saya pribadi juga membawa gelas setiap hari untuk mengurangi sampah.

Dini mengatakan, keberadaan galon sekali pakai justru berbanding terbalik dengan apa yang dilakukan sebagian masyarakat untuk mendorong tumbuhnya gerakan 3R (recycle, reuse, Reduce). Ia juga mengajak perubahan dan kebiasaan menggunakan kemasan pangan yang dapat digunakan kembali.

“Pemanfaatan galon reusable dapat mengurangi jumlah sampah yang dihasilkan masyarakat,” ujarnya.

Selain itu, Alvi juga menuntut tanggung jawab terhadap produsen galon sekali pakai. Dia meminta produsen mendengarkan keluh kesah warga mengenai limbah yang dihasilkan produknya.

Alvi juga meminta pemerintah mendorong perubahan kebiasaan melalui pendidikan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. Menurut dia, sosialisasi mengenai dampak negatif galon sekali pakai juga perlu dilakukan guna mendorong masyarakat mempertimbangkan kembali kebiasaan konsumsinya.

“Pemerintah dan produsen harus memperjuangkan alternatif yang lebih ramah lingkungan,” ujarnya.

Penggunaan kemasan pangan bukan lagi sekedar preferensi, melainkan nilai, kesadaran lingkungan, perubahan kebutuhan dan gaya hidup. Sebagai produk plastik utama, galon sekali pakai menjadi sasaran resistensi masyarakat terhadap budaya mengurangi sampah plastik.

Penggunaan galon perorangan juga dinilai bertentangan dengan Peraturan Menteri (Permen) LHK no. 75 Tahun 2019 tentang rencana pengurangan sampah. Kemasan ini juga bertentangan dengan tujuan nasional untuk mengurangi sampah sebesar 30 persen pada tahun 2025. Proyek sampah menjadi energi di Bekasi berisiko gagal karena pengelolaan yang buruk. Peneliti keberlanjutan Sigmaphi Indonesia Gusti Raganata secara khusus meminta pemerintah Kota Bekasi mempunyai komitmen yang besar terhadap proyek pengelolaan sampah laki-laki designsuperstars.net .co.id 17 April 2024

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
Previous post Indonesia Kini Punya Alat Deteksi Gagal Jantung Berbasis AI, Tingkat Akurasi Nyaris 100 Persen
Next post Telkomsel, XL, Indosat dan Smartfren Luncurkan 3 Layanan API untuk Dukung Keamanan Pelanggan